Rabu 04 May 2016 08:21 WIB

Reorientasi Salat Berjamaah di Masjid

Red: M Akbar
Shalat Tahajud Berjamaah (ilustrasi)
Foto: Antara
Shalat Tahajud Berjamaah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Hasan Yazid S.Ag (Penulis Buku Islam dan Alumni Pondok Pesantren Darunnajah Jakarta)

Seorang intelektual muslim, DR.Raghib Assirjani pernah menulis dalam kitabnya كيف نحافظ علي صلاة الفجر، (Bagaimana cara menjaga shalat fajar/subuh). Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul "Misteri Shalat Subuh".

Dalam buku itu diungkapkan pernyataan seorang tokoh Yahudi yang mengatakan kualitas umat Islam bukan terletak pada jumlah jamaah salat Jumat, Iedul Fitri, Idul Adha dan semaraknya ibadah di bulan Ramadhan.

Tokoh Yahudi ini menilai kualitas umat Islam baru hebat dan kami baru akan merasa takut ketika jumlah jamaah salat Subuh menyamai jumlah jamaah salat Jumat. Mudah-mudahan kita tidak tergolong hamba-hamba Allah yang menyebabkan rendahnya kualitas umat Islam tersebut.

Pertanyaanya kemudian, mengapa sampai saat ini realitasnya masjid-masjid masih sepi dari jamaah salat rawatib?

Seiring dengan hal itu, Prof DR KH Ali Mustofa Ya'qub, seorang pakar hadits sekaligus fiqih dan imam besar masjid Istiqlal, pernah memaparkan beberapa hal ketika hadir dalam sebuah kesempatan berdialog di Harian Umum Republika. Ia memaparkan hal-hal yang menyebabkan sepinya masjid-masjid dari jamaah salat rawatib (salat fardhu yang lima waktu).

Di antaranya adalah:

1. Mayoritas umat Islam dalam beribadah hanya berorientasi pada fiqih, bukan pada hadits. Kalau orientasi ibadahnya pada hadits maka tak satupun hadits yang menjelaskan bahwa Rasulullah salatnya sendirian.

Semua hadits menjelaskan Rasulullah shalat selalu dilakukan secara berjamaah di masjid dan di awal waktu. Bukankah salat yang benar itu adalah salat yang mencontoh salatnya Rasulullah SAW?

Seperti sabda Rasul صلوا كما رايتموني اصلي "Shalatlah kalian seperti Aku shalat. Karena Rasulullah SAW salatnya berjamaah di masjid dan di awal waktu maka kita harusnya mencontoh beliau. Tapi kalau orientasi ibadahnya hanya pada fiqih maka yang ada adalah aneka pendapat. Bahkan cenderung meremehkan ibadah dan tambah jauh dari Allah.

من ازداد علما ولم يزدد هدا لم يزدد من الله الا بعدا.

"Barang siapa yg bertambah ilmunya tapi tidak seiring dengan bertambahnya hidayah maka akan semakin jauh dari Allah SWT."

Dianjurkan shalat dhuha, biasanya menjawab,''Ah itu kan hukumnya sunah.'' Lalu dianjurkan salat tahajjud, jawaban serupa juga terdengar sama,''Ah itukan hukumnya baru sunah muakkadah, belum wajib.'' Lantas dianjurkan salat=salat berjamaah di masjid, ah itu kan hukumnya cuma sunnah muakkadah, juga bukan wajib dan begitu seterusnya.

Untuk itu tidak mengherankan kalau salat Jumat, masjid-masjid selalu penuh dengan jamaah. Pada umumnya, motivasi umat adalah karena hukumnya yang wajib itu. Tapi tetap sepi pada saat salat rawatib karena ada pendapat yang mengatakan salat berjamaah di masjid adalah sunah muakkadah.

Padahal, hamba Allah yang hatinya terpaut dengan masjid, sudah tidak mau larut dalam perdebatan panjang, apakah itu hukumnya wajib atau sunah. Baginya, apapun perintah Allah, apakah sunah atau wajib, asalkan Allah SWT suka dengan ibadah yang dilakukan maka dengan semangat fastabiqul khairat, mereka akan selalu melakukannya dengan istiqamah.

2. Tidak ada rasa penyesalan dan rugi dari umat Islam ketika tidak salat berjamaah di masjid. Padahal salat berjamaah sudah pasti mendapatkan pahala 27 derajat dibandingkan dengan salat sendirian yang belum pasti mendapatkan 1 derajat pahala.

Seperti dijelaskan Rasulullah dalam hadits Abdullah bin Umar riwayat Imam Bukhori "Salat berjamaah itu lebih utama 27 derajat dibanding shalat sendirian". Begitu juga dengan hadits Aisyah riwayat Imam Muslim "Dua rakaat salat fajr lebih baik dari dunia dan seisinya."

Pertanyaannya kemudian; mana yang lebih menyedihkan serta merugikan, kehilangan uang 1 miliar atau kehilangan kesempatan salat subuh berjamaah di masjid?

3. Motivasi ibadah umat Islam pada umumnya baru sebatas menggugurkan kewajiban, belum sampai pada kebutuhan apalagi kenikmatan. Sehingga terdapat unsur keterpaksaan dalam beribadah, bukan timbul dari kesadaran diri.

Seorang yang ingin mendapatkan hadiah 1 miliar yang dijanjikan seorang dermawan apabila mendatangi rumahnya pada pukul 04.00 pagi, pasti akan datang dengan senang hati serta usaha maksimal supaya bisa datang tepat waktu.

Harusnya demikian juga sikap kita akan janji Allah seperti yang disebutkan dalam hasits-hadits di atas yang nilainya jauh lebih besar dari sekedar uang 1 miliar itu. Dengan demikian insya Allah masjid-masjid akan penuh dengan jamaah salat rawatib khususnya.

4. Minimnya suri tauladan dari orang tua, para tokoh masyarakat bahkan ustaz untuk salat berjamaah di masjid. Kalau para ustaz saja sudah malas, bagaimana umatnya bisa salat berjamaah di masjid? Mudah-mudahan Allah SWT, selalu membimbing kita dalam beribadah.

Wallahu a'lam bisshawab.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement