REPUBLIKA.CO.ID, Oleh M. Misbakhun *)
Saat Pansus Hak Angket DPR tentang KPK datang ke Lapas Sukamiskin untuk melakukan upaya cek ulang, konfirmasi dan pendalaman data pengaduan yang masuk ke Panitia Angket DPR tentang KPK, dibangun opini publik yang menyesatkan soal kunjungan DPR tersebut. Dibangun opini : *DPR Bertemu Koruptor.* *Bertemu Koruptor DPR Tidak Etis.*
Selama ini, KPK berapa kali memanggil Nazaruddin yang merupakan koruptor sebagai sumber informasi dalam membangun narasi beberapa kasus korupsi untuk dibongkar oleh KPK. Kalau KPK menemui koruptor seperti Nazaruddin itu sah dan etis dan kalau DPR menemui koruptor menjadi tidak etis.
KPK bertemu koruptor dalam menjalankan tugasnya. DPR bertemu koruptor juga dalam menjalankan tugas konstitusinya.
Tahukah publik bahwa Nazaruddin ternyata sudah ditetapkan sebagai 'justice collaborators (JC)' oleh KPK pada kasus korupsi di Hambalang yang terkena hukuman 7 tahun dan saat ini sudah memperoleh remisi 23 bulan. Pada kasus ke-2 Nazaruddin yaitu TPPU pada IPO Garuda terkena hukuman 6 tahun. Secara akumulasi hukuman Nazaruddin adalah 13 tahun.
Sebagai pelaku utama sebuah kejahatan korupsi apakah pantas Nazaruddin dijadikan sebagai 'justice collaborator (JC)'?
Bukannya JC hanya dikenakan pada pelaku minor dari sebuah kejahatan untuk mengungkap keseluruhan kasus yang dilakukan oleh palaku utama kejahatan?
Terkait status JC untuk Nazaruddin adakah LSM seperti ICW, MTI, TI, atau lembaga kajian seperti Pukat dan lainnya melakukan protes dan terkait pemberian remisi terhadap Nazaruddin tersebut?
Data Status JC dan remisi untuk Nazaruddin diperoleh oleh DPR saat kunjungan kerja ke Lapas Sukamiskin.
Saya menyampaikan faktanya saja. Sisanya silakan dicerna dengan kecerdasan intelektual kita masing-masing.
#SalamNKRI
#IndonesiaBenar
#08072017
*) Anggota Pansus Angket DPR tentang KPK