REPUBLIKA.CO.ID, Berbagai kekerasan telah dilakukan oleh kelompok teroris yang menamakan diri sebagai Islamic State of Iraq and Syria alias ISIS. Dari menculik, merampok, memenggal kepala, membakar hidup-hidup, memperkosa, hingga melakukan bom bunuh diri. Wilayah operasinya pun bukan hanya di Irak dan Suriah, namun sudah melampaui batas-batas negara. Dari Sinai (Mesir), Tunisia, Libia, Yaman, Arab Saudi, Turki, Prancis, Inggris, hingga Amerika Serikat (AS).
Sejumlah tindakan biadab itu kemudian dirilis lewat foto dan video di media sosial atau internet. Tujuannya untuk membuat takut masyarakat internasional, terutama mereka yang dianggap lawan oleh ISIS. Termasuk dalam hal ini adalah tindakan mereka melakukan bom bunuh diri di berbagai kota dunia.
Tujuan atau tepatnya keinginan ISIS itu kini telah ikut diwujudkan, atau minimal, telah dibantu oleh bakal calon Presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump. Alih-alih mengajak masyarakat internasional untuk menggalang koalisi besar untuk melawan ISIS, dalam sebuah keterangan pers yang dirilis Senin (7/12/2015) lalu Trump justeru menyerukan larangan sumua orang Islam memasuki wilayah AS.
Sebelumnya, Trump telah menyerukan pengawasan terhadap masjid-masjid. Ia juga menyatakan, perlunya membangun sebuah database untuk semua orang Islam yang tinggal di AS.
Alasan Trump, keberadaan orang-orang Islam sangat menakutkan dan telah membahayakan keamanan nasional Amerika Serikat. Ia merujuk pada berbagai peristiwa teror di AS, terutama tragedi penembakan massal di San Bernardino, California, oleh pasangan suami-isteri, Tashfeen Malik dan Syed Farook, yang mengaku sebagai simpatisan ISIS. Juga peristiwa-peristiwa lain seperti bom bunuh diri di berbagai kota dunia, pemboman pesawat sipil Rusia, serangan terhadap Paris, dan kekerasan lainnya yang dilakukan oleh orang-orang ISIS.
Dengan pernyataan Donald Trump yang melarang umat Islam pergi ke AS, kini perang terhadap teroris pun melebar ke mana-mana. Bukan hanya terhadap ISIS, Alqaida, Boko Haram, dan kelompok teroris lain, namun Trump juga menganggap setiap Muslim perlu dicurigai dan sekaligus harus diwaspadai.
Meminjam istilah kolomnis media al Sharq al Awsat, Usman Mirghani, Donald Trump kini telah membukafront dengan 1,5 miliar Muslim di seluruh dunia. Ia telah menganggap mereka, 1,5 miliar Muslim, sebagai kelompok radikal yang berpotensi menjadi teroris dan, karena itu, harus dilarang masuk ke AS. ‘‘Hingga kami memahami apa yang sebenarnya terjadi,’‘ ujar Trump.
Dengan demikian, Trump tidak melihat bahwa terorisme sebenarnya hanyalah dilakukan kelompok kecil yang tidak terkait dengan Islam dan umat Islam. Ia berpendangan bahwa tindakan teror dilakukan orang Islam dan, karena itu, setiap orang Islam harus dicurigai dan diwaspadai. Mereka berpotensi menjadi teroris. Dengan kata lain, Trump menganggap semua orang Islam berbahaya dan, lantaran itu, tidak boleh masuk ke negerinya.
Apa yang disampaikan Donald Trump jelas akan menguntungkan keberadaan kelompok-kelompok teroris seperti ISIS. Selama ini mereka telah gagal untuk mendapatkan pengakuan dan dukungan dari mayoritas umat Islam. Bahkan mayoritas umat Islam selama ini justeru menganggap kelompok-kelompok radikal itu sebagai musuh. Mereka merupakan ancaman yang membahayakan keberadaan Islam yang rahmatan lil alamin.
Hampir semua negara berpenduduk mayoritas Muslim bahkan telah disibukkan dengan penumpasan gerakan radikal ini. Dengan kata lain, umat Islamlah yang selama ini justru lebih dulu dirugikan oleh keberadaan kelompok-kelompok radikal seperti ISIS dan Alqaida daripada negara-negara Barat sendiri, termasuk Amerika Serikat.
Namun, dengan pernyataan Donald Trump, perang melawan teroris bisa berkembang ke arah yang sangat membayakan perdamaian dunia. Menurut pengamat Timur Tengah, Masyari Atthaidy, seruan Donald Trump yang melarang umat Islam pergi ke Amerika bisa menyulut sentiman umat beragama, khususnya para Muslim. Ia mengkhawatirkan bila pernyataan Trump tidak dilawan, ke depan bisa saja akan terjadi gesekan -- untuk tidak mengatakan perang -- antara umat Islam dengan Amerika, atau lebih tepatnya antara umat Islam dan Kristen yang menjadi mayoritas warga AS.
Apalagi bila pernyataan Trump ini kemudian dibalas oleh negara-negara yang berpenduduk mayoritas Muslim dengan tindakan serupa. Bukan hanya melarang warga AS bepergian ke negara-negara Islam, tapi juga menyerang berbagai kepentingan AS, termasuk perusahaan-perusahaan Paman Sam yang beroperasi di negara-negara Islam.
Mungkin ada yang mengatakan, pernyataan Trump itu hanyalah untuk membetot perhatian media dan para warga AS pada musim kampanye pemilihan Presiden AS seperti sekarang ini. Toh, sebelumnya ia juga sudah sering membuat pernyataan yang kontroversial. Dari mempersoalkan asal-usul dan kemampuan Barack Obama sebagai presiden yang kemudian membuat marah warga AS keturunan Afrika, serangan terhadap para imigran Meksiko yang ia tuduh hanya bisa mengedarkan narkoba dan menculik perempuan, hingga pelecehan Trump terhadap kaum perempuan. Karena itu, menurut mereka, pernyataan Trump tidak perlu dianggap serius.
Yang menjadi persoalan, Donald Trump hingga kini menduduki rangking teratas di antara para pesaingnya di Partai Republik untuk mencalonkan diri sebagai Presiden AS pada pemilihan umum tahun depan. Yang lebih mengkhawatirkan lagi di sana terdapat jumlah yang besar di antara para loyalisnya yang telah menyatakan akan memilih dia karena menganggapnyasebagai masa depan AS.
Dengan demikian, pernyataan Trump yang kontroversial tidak bisa dianggap enteng atau remeh. Pengaruh Trump sangat besar, terutama di antara para loyalisnya yang menginginkan Amerika menjadi negara yang kuat. Dan, yang menyedihkan, mereka menganggap simbol kekuatan AS itu ada pada diri Donald Trump.
Yang menjadi persoalan lain, pernyataan Trump itu disampaikan di tengah meningkatnya Islamophobia alias kebencian terhadap Islam dan umat Islam di kalangan warga Barat, terutama di Amerika Serikat. Penyebabnya tentu saja terjadinya serentetan serangan terhadap kepentingan Barat yang dilakukan oleh kelompok teroris yang mengklaim sebagai umat Islam.
Berbagai peristiwa teror ini telah menyebabkan anggapan umum di kalangan masyarakat Barat bahwa Islam itu agama teror dan umat Islam itu teroris. Padahal, tindakan teror itu hanyalah dilakukan oleh sebagian kecil kelompok yang mengaku sebagai umat Islam. Dan, yang menjadi korban kebiadaban mereka pun adalah umat Islam sendiri sebelum orang atau kelompok lain.
Yang jelas, pernyataan tokoh seperti Donald Trump itu telah memberi andil besar untuk menyebarkan ketakutan dan kebencian di antara masyarakat dunia. Berbagai pernyataannya itu juga telah menyuburkan semangat radikalime baik di kalangan umat Islam maupun warga Amerika sendiri. Akibatnya, perang terhadap terorisme pun menjadi semakin sulit.