Oleh: Al Chaidar*
“Dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia
atas sebagian yang lain, tentulah sudah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja,
rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan masjid-masjid yang disebut nama Allah banyak-banyak di dalamnya.” [QS Al-Hajj, 22:40]
Peledakan bom di tiga gereja di Surabaya dan juga di Mapolrestabes Surabaya dan Sidoarjo adalah sebuah keganasan terorisme. Terorisme selalu muncul dalam wujudnya yang sangat brutal dan sadis. Terorisme juga selalu muncul secara ganas, tak terprediksi sebelumnya dan hadir dalam bentuk yang paling sempurna: kebiadaban tak ada tara.
Kebiadaban ini hanya mampu dilakukan oleh kaum khawarij di masa lalu dan Jamaah Ansharud Daulah di masa kini. Jamaah Ansharud Daulah (JAD) adalah khawarij modern yang sangat membahaya keberlangsungan jihad dan dakwah Islam. JAD mempraktikkan ajaran-ajaran sektarian yang sangat anti kemanusiaan, yaitu terorisme yang ganas.
Terorisme yang ganas ini dihadirkan oleh orang-orang yang mengaku berjuang untuk menegakkan agama Allah, agama yang penuh kasih sayang. Terorisme ini juga muncul selalu dalam bentuknya yang tak terduga dan tak diperkirakan oleh akal budi dan ilmu.
Ada sebuah pernyataan yang menyertai keganasan tersebut dengan sebutan jihad. Allah menolak klaim jihad yang mengatasnamakan agama-Nya yang luhur dan penuh humanisme ini. Ayat 22: 40 tegas sekali Allah menolak tindakan btutal sebagian manusia atas sebagian yang lain dimana serangan terhadap biara, gereja, sinagog dan masjid disebut sebagai keganasan.
Semua kekejaman, kebiadaban, perusakan tanpa ilmu itu bukan dari Islam dan bukan ajaran Islam. Dalam Islam peperangan pun ada aturannya, tidak boleh merusak, jangankan rumah ibadah, sedang tanaman dan binatang pun dilarang untuk dirusak.
Sabda Nabi SAW menyebutkan bahwa: “Janganlah kalian membunuh orang tua yang sudah sepuh, anak-anak, dan wanita…” (HR. Abu Dawud, no. 2614; Ibnu Abi Syaibah, 6/438; al-Baihaqi 17932).
Sebagai ilmuwan yang mempelajari terorisme, saya benar-benar shock, terkejut luar biasa atas peristiwa yang merenggut belasan nyawa para penyebut nama Tuhan di biara-biara, gereja-gereja, sinagog-sinagog dan masjid-masjid dengan melibatkan anak-anak yang tak pernah mengenal kebencian di usianya yang masih sangat belia dan murni.
Anak-anak adalah makhluk yang paling tak berdosa, lugu, tulus, murni dan tak pernah membenci siapapun yang menjadi temannya dalam lingkungan yang plural dan multikultural. Merusak mereka dengan cara mengindoktrinasi atau mengajaknya turut serta dalam perang atau tindakan kekerasan adalah sebuah kejahatan. Anak-anak tidak akan pernah mampu untuk menjadi pelaku kejahatan apapun apalagi yang bernuansa keganasan yang penuh kebencian.
Meledakkan bom di tempat ibadah yang tak dibentengi oleh senjata adalah sebuah kejahatan yang luar biasa. Mengajak anak melakukan kejahatan itu adalah mengorbankan mereka. Anak-anak selalu menjadi korban pengaruh orang tua. Dan, orang tua pun seringkali berada di bawah pengaruh fatwa-fatwa ulama su’ (ulama busuk) yang kerjanya hanya mengindoktrinasi dan kemudian lari dari tanggungjawabnya. Ulama inilah pelaku kejahatan yang sebenarnya.
Bruce Hoffman (2005) menyebut bahwa teroris adalah “violent intellectual” terhadap para teroris. Dan, intelektual yang hidup dan mengasuh para pelaku teror ganas tersebut adalah ulama-ulama su (ulama busuk) yang merupakan teroris yang sebenarnya. Anak-anak dan bahkan orang tuanya, ayah dan ibunya, adalah juga korban yang berada dalam pengaruh keterpaksaan dalam sebuah indoktrinasi yang mengerikan. Terorisme yang dilakukan oleh JAD adalah kejahatan yang dilakukan oleh aktor intelektual yang anti-human dan ingkar sunnah.
Pastilah yang melakukan keganasan dan kebiadaban yang brutal dan sadis itu adalah khawarij, sebuah kaum yang menyimpang dalam Islam. Menyerang seorang kafir zimmy pun sudah salah, apalagi rumah meledakkan rumah ibadah, alangkah dangkalnya jika seorang mengatasnamakan Islam; tapi malah menghancurkan yang Allah larang untuk dihancurkan.
Sabda Nabi Muhammad SAW melarang keras kebiadaban dan keganasan dalam bentuk apapun dan dalam situasi apapun, bahkan dalam perang sekalipun: "Jangan kalian memutilasi, jangan membunuh anak-anak, atau perempuan, atau orang tua yang sepuh, atau rahib dan pendeta di tempat ibadahnya.” (HR. Muslim 1731). Yang berani melanggar hadist ini hanyalah kaum Wahabi yang dalam referensi Islam disebut sebagai kaum khawarij.
Dalam kajian terorisme, ada tiga tipologi Wahabi: (1) Wahabi Sururi; (2) Wahabi Jihadi, dan (3) Wahabi Takfiri. Wahabi takfiri inilah yang suka berlebih-lebihan dalam mengekspresikan siakp kesalehannya. Wahabi Takfiri inilah yang suka menyerang semua umat beragama di semua tempat ibadahnya, bahkan yang sesama Islam pun dibunuhnya secara keji.
Wahabi takfiri inilah yang meyakini dan menyesatkan sebagian manusia untuk mendukung tujuan politiknya meraih posisi khalifah tanpa memikirkan proses yang etis dan legal. Mereka mengangkangi legalitas syariah secara terang-terangan. Jika kaum khawarij ini berorganisasi, mereka suka membuat nama yang seakan-akan menjadi lembaga sakral yang membela tegaknya daulah (negara) dan khilafah.
Berperang pun dalam Islam harus melalui komando Amirul Mukminin yang disepakati oleh kaum muslimin bukan oleh kelompok-kelompok kecil di bawah tanah yang tidak jelas siapa mereka itu. Kaum khawarij adalah kaum yang rajin beribadah dan berani menentang Rasulullah SAW. Penampilan mereka tampak sangar namun sangat merusak citra Islam sebagai agama yang berakal budi dan berperikemanusiaan.
JAD sebagai kaum khawarij ini memiliki ideologi Wahabi Takfiri yang berani melawan Nabi dan Tuhan secara sekaligus. Para korban yang terbunuh oleh khawarij adalah sebaik-baik korban yang disayangi Allah. Para aparat keamanan yang beriman yang berhasil membunuh khawarij, adalah sebaik-baik pembunuh yang tidak perlu takut akan cercaan manusia dengan dalih apapun.
*Al Chaidar, Departemen Antropologi Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam.