Senin 21 May 2018 06:07 WIB

Ekonomi Ramadhan

Ramadhan memberikan dampak besar terhadap roda perekonomian bangsa.

Adiwarman Karim
Foto: Republika/Da'an Yahya
Adiwarman Karim

REPUBLIKA.CO.ID  Oleh: Adiwarman A Karim

Filipe Campante dan David Yanagizawa, guru besar Universitas Harvard, dalam riset mereka, “Does Religion Affect Economic Growth and Happines”, dengan menggunakan data berbagai negara Muslim selama lebih dari 60 tahun menyimpulkan dua hal. Pertama, bulan Ramadhan menurunkan produktivitas kerja karena jam kerja yang lebih pendek. Kedua, bulan Ramadhan meningkatkan kebahagiaan masyarakat.

Beragamnya jam berpuasa menyebabkan beragamnya besaran penurunan produktivitas kerja. Pimkanok Piamjariyakul dalam artikelnya, “The Impact of Ramadan on Indonesia”, mencatat adanya penurunan produktivitas bulanan sebesar 7,7 persen di Mesir dan Pakistan karena pengurangan dua jam kerja. Sedangkan, di Indonesia, penurunan hanya 3,8 persen karena pengurangannya hanya satu jam.

Piamjariyakul juga mencatat tiga perubahan lain selama bulan Ramadhan selain penurunan produktivitas. Pertama, penurunan jam kerja digunakan untuk menambah jam bersosialisi dengan keluarga, teman, dan kerabat. Pergeseran penggunaan jam ini dapat meningkatkan kebahagiaan masyarakat.

Kedua, perubahan pola belanja. Lebih banyak uang digunakan untuk membeli makanan dan hadiah. Ketiga, naiknya angka inflasi. Bertambahnya jumlah uang yang beredar akibat pembayaran tunjangan hari raya (THR), mendorong naiknya permintaan, terutama makanan, pakaian, dan traveling yang mendorong naiknya harga-harga.

Tradisi buka puasa bersama yang dilakukan setiap hari sepanjang bulan Ramadhan merupakan contoh penambahan jam bersosialisasi sekaligus peningkatan belanja makanan. Tradisi ini juga meningkatkan permintaan akan jasa transportasi. Mal dan restoran memperpanjang jam operasional malamnya.

Semakin berkembangnya tradisi buka puasa gratis di masjid-masjid menghidupkan bisnis makanan. Pemesanan nasi kotak meningkat drastis untuk berbuka dan sahur. Hal ini juga menunjukkan semakin tingginya kemampuan dan preferensi sebagian masyarakat untuk berbagi. Setelah pelaksanaan shalat Tarawih, permintaan makanan dan minuman juga naik.

Shelina Janmohamed, penulis buku Generation M: Young Muslims Changing the World, menyimpulkan bahwa bulan Ramadhan mengubah keseluruhan gaya hidup yang membawa dampak ekonomi positif. Janmohamed, konsultan pemasaran Ogilvy Noor, dalam risetnya, “The Great British Ramadan”, memperkirakan kenaikan permintaan 200 juta poundsterling setiap Ramadhan yang meliputi pembelian financial planning dan asuransi, makanan, baju, mainan, dan berbagai hadiah.

Yuswohady, Iryan Herdiansyah, Farid Fatahilah, para konsultan Inventure, merumuskan Muslim jaman now sebagai orang yang faith dan fun. Mereka loyal mengikuti keyakinan dan iman mereka, dan pada saat yang sama mereka mengikuti tren gaya hidup terkini tentang fashion, musik, seni, teknologi.

Yuswohady mencatat beberapa hal yang menarik. Pertama, meningkatnya kesadaran akan nilai-nilai keyakinannya sehingga para produsen harus menyiapkan produk yang sharia-friendly. Kedua, meningkatnya kesadaran akan pentingnya pendidikan yang dilengkapi dengan pendidikan karakter Islami.  Saleh-smart kids adalah anak idaman Muslim jaman now.

Ketiga, meningkatnya kesadaran bahwa Muslim jaman now sebagai bagian dari masyarakat modern dan memiliki mindset global, dapat mewarnai budaya modern dan global dengan nilai-nilai yang mereka yakini.

Ketiga hal tersebut menjadikan Muslim jaman now tidak merasa canggung karena mereka bukan sekadar mengikuti tren gaya hidup terkini, tetapi yang paling penting adalah mereka ikut memberikan warna perubahan pada tren gaya hidup.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement