MADINAH -- Berakhirnya fase kedatangan jamaah gelombang pertama ke Tanah Suci pada Ahad (14/9) menandakan dimulainya fase kedatangan jamaah gelombang kedua. Ada sejumlah evaluasi yang menjadi catatan terkait dengan operasional haji gelombang pertama tahun ini yang perlu menjadi perbaikan.
Setidaknya ada tiga catatan yang dikemukan oleh Kadaker Madinah Nasrullah Djassam dalam evaluasi fase gelombang pertama. “Banyak hal yang harus dievaluasi dengan fase kedatangan jamaah gelombang pertama. Terutama tentang perumahan, karena dari perumahan ini kemudian merembet ke hal yang lainnya,” terang Nasrullah, Ahad.
Soal perumahan, Kementerian Agama (Wuzarotul Hajj) mengingatkan tentang keterlambatan jamaah mendapatkan kepastian akomodasi (hotel) disebabkan oleh bayan tafwiz (surat keterangan penempatan) yang telat dari majmuah. Akibatnya, perubahan akomodasi yang sudah disepakati itu berimplikasi pada pihak katering.
Kondisi tersebut diperparah dengan sikap majmuah atau penyedia hotel yang secara sepihak menempatkan beberapa kloter jamaah haji di luar Markaziah. Itu membuat seksi perumahan kerepotan karena harus melihat apakah akomodasinya itu layak atau tidak, sehingga harus mempersiapkan transportasi pemondokan di luar Markaziah.
Kedua, lanjutnya, adalah masalah katering. Menurutnya, ada beberapa perusahaan katering yang masih melanggar terkait spesifikasi makanan. Namun, yang utama adalah soal keterlambatan katering tiba ke jamaah.
Ketiga, masalah pemberangkatan jamaah dari Madinah ke Makkah. Sejak awal, PPIH mendapatkan catatan dari muassasah dan Kementerian Agama. “Alhamdulillah, jamaah diberangkatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di sini, yaitu terakhir sebelum pukul 21.00," ujar Nasrullah
Sementara itu, Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) menyesalkan majmuah yang membatalkan kontrak pemondokan. KPHI berharap, ke depan, pemerintah harus waspada dengan majmuah yang menawarkan jasa sangat murah. "Kami menilai pembatalan secara sepihak itu karena pemerintah terkecoh oleh majmuah yang menawarkan jasa dengan harga murah," ucap Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia Syamsul Maarif.
"Berdasarkan data yang kami peroleh, harga yang ditawarkan oleh majmuah tersebut terbilang sangat murah untuk pemondokan yang berlokasi di dekat Masjid Nabawi," ucap Syamsul, Senin (15/9).
Syamsul Maarif mengatakan, jamaah haji seharusnya mendapat pemodokan yang memiliki jarak maksimal 650 meter dari Masjid Nabawi. Itu menjadi ketentuan dan agar jamaah tidak berjalan jauh saat melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi. rep:mch2014/c72 ed: dewi mardiani