Jumat 26 Sep 2014 13:00 WIB

Kekeringan Berulang

Red:

JAKARTA — Kekeringan yang mendera sejumlah daerah tahun ini diperkirakan bakal terulang lagi pada tahun-tahun mendatang. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hal itu terjadi karena wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Timur (NTT) memang sudah defisit air sejak 1995.

"Artinya, ketersediaan air yang ada saat ini tidak mampu memenuhi kebutuhan air bagi penduduk setiap tahunnya, baik untuk kebutuhan rumah tangga, irigasi, industri, perkotaan, dan lain-lain," ujar Kepala Bidang Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho , Kamis (25/9).

Sutopo menambahkan, dengan penduduk Jawa yang berjumlah 146 juta jiwa bila musim kemarau melanda, banyak penduduk mengalami kekurangan air. Diprediksi, kekurangan air akan semakin bertambah pada masa depan. Faktornya karena bertambahnya penduduk, degradasi lingkungan, serta dampak perubahan iklim.

Selain defisit ait, kekeringan menahun karena ketersediaan air di Indonesia tak merata. Kendati secara alamiah ketersediaan air di seluruh Indonesia selama satu tahun mencapai 1.957 miliar meter kubik (m3),  distribusinya tergantung tempat dan waktu.

Menurut Sutopo, lebih dari 83 persen dari aliran air sungai terkonsentrasi di Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Kemudian, hanya 17 persen yang mengalir ke Jawa, Sulawesi, serta Nusa Tenggara.

"Dari total aliran air sebesar 1.957 miliar m3 per tahun, sekitar 80 persen tersedia pada musim hujan yang berdurasi sekitar lima bulan," katanya. Ia menambahkan, sisanya 20 persen tersedia pada musim kemarau dengan durasi sekitar tujuh bulan.

Selain itu, lebih dari 59 persen kebutuhan air untuk minum, rumah tangga, perkotaan, industri, pertanian, dan lainnya terkonsentrasi di Jawa dan Bali. Di Pulau Sumatra, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua, kebutuhan airnya 41 persen.

Dilihat secara nasional, total kebutuhan air saat ini hingga 2020 mendatang bisa dipenuhi karena ketersediaan air mencukupi. Namun, bila ditinjau per pulau, terjadi kekurangan air, terutama untuk pulau berpenduduk padat dengan ketersediaan air terbatas.

Tak optimalnya sejumlah fasilitas penanggulangan kekeringan milik pemerintah juga mendorong krisis air. Peneliti dan dosen pada Fakultas Pertanian Universitas Negeri Nusa Cendana Kupang, Leta Rafael Levis, mengatakan bahwa dekitar 50 persen dari total 1.581 buah irigasi di NTT hingga 2013 belum dimaksimalkan untuk mengatasi masalah kekeringan tahun ini.

"Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan sarana irigasi yang terdiri atas 66 irigasi teknis dengan luas 28.362 hektare dan irigasi belum teknis 1.515 buah belum berfungsi maksimal untuk mengatasi masalah kekeringan di NTT saat ini," katanya di Kupang.

Menurutnya, hal itu menunjukkan kondisi infrastruktur sumber daya air (SDA) di NTT menimbulkan masalah bagi sekitar lima juta jiwa warga di wilayah tersebut. Menurut Leta, belum maksimalnya sarana irigasi dan sumber daya penampung air itu disebabkan oleh bencana alam, usia sarana irigasi, dan keterbatasan anggaran untuk merehabilitasi atau meremajakan sarana yang telah termakan usia itu.

Kondisi tersebut telah berdampak pada gagal panen, kekurangan air bersih, malnutrisi, dan persoalan sosial lainnya. Terlebih, kondisi kondisi alam NTT memang rawan kekeringan. rep:c91/antara ed: fitriyan zamzami

Persediaan dan Kebutuhan

Jawa

Ketersediaan Air: 30.569,2 juta m3/tahun

Kebutuhan 2015: 164.672 juta m3

Defisit: 134.102,8 juta m3

Sulawesi

Ketersediaan Air: 34.787,6 juta m3/tahun

Kebutuhan 2015: 77.305,3 juta m3

Defisit: 42.517,7 juta m3

Bali

Ketersediaan Air: 1.067,3 juta m3/tahun

Kebutuhan 2015: 28.719 juta m3

Defisit: 27.615,7 juta m3

Nusa Tenggara Timur

Ketersediaan Air: 4.251,2 juta m3 per tahun

Kebutuhan 2015: 8.797,1 juta m3

Defisit: 4.545,9 juta m3

Sumber: Kementerian Lingkungan Hidup

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement