JAKARTA - Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar Rp 2.000/liter per 18 November memberikan efek domino di masyarakat. Para pelaku usaha kecil dan nelayan merupakan salah satu usaha yang terpengaruh dampak kenaikan tersebut.
Tutik (53 tahun) misalnya, seorang pemilik gerai batik di Pasar Beringharjo, mengaku khawatir dengan dampak yang akan terjadi akibat kenaikan harga BBM. Dia mengungkapkan, berdasarkan pengalaman pada kenaikan harga BBM sebelumnya, harga bahan baku juga akan naik. "Bahan baku naik, ya harga jual dari kami juga ikut naik. Nanti dampaknya bisa ke minat pembeli yang berkurang," ujarnya, kemarin.
Belum lagi, kata Tutik, kewajibannya menggaji pegawai yang pasti akan ikut naik. Pemilik Batik Luwes ini memperkirakan, kenaikan harga batik akan berkisar antara 10 hingga 20 persen. Namun, dia masih akan menanti respons pasar. Tutik mencontohkan, harga kemeja batik printing yang sebelumnya 50 ribu rupiah bisa naik menjadi 55 ribu rupiah-60 ribu rupiah.
Ketua Forum Komunikasi Nelayan Indonesia Dahli Sirait mengungkapkan, kenaikan BBM akan memberikan dampak yang sangat besar bagi nelayan, khususnya nelayan kecil. "Kami terancam tidak bisa melaut. BBM tidak naik saja solar susah. Apalagi naik," ujar Dahli dengan nada tinggi.
Dahli mengaku, selama ini nelayan sudah sangat kesusahan untuk memperoleh solar. Solar dengan harga asli 5.500 per liter (sebelum naik), terpaksa dibeli oleh nelayan seharga Rp 7.000 hingga Rp 8.000 per liter dari tengkulak.
Kondisi ini terjadi di tempat tinggal Dahli di pesisir Sumatra Utara, Tanjung Balai. Dia khawatir, kenaikan harga solar kali akan semakin mencekik rakyat kecil, terlebih nelayan kecil. "(Menjadi) 7.500? Itu tinggi buat kami. Negara itu rugi bukan karena subsidi, negara rugi karena KKN!" lanjut Dahli.
Di Denpasar, Bali, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi memicu naiknya ongkos buruh dan tukang bangunan di Denpasar, Bali. Kenaikan ongkos itu, kata Made Widiastra, salah seorang pengusaha jual beli rumah di Denpasar, sudah disampaikan sebelumnya oleh para tukang dan buruh. "Mereka sudah menyampaikan sebelumnya, kalau BBM naik, mereka minta ongkosnya juga dinaikkan," kata Widiastra.
Ongkos buruh di Denpasar sebelum kenaikan harga BBM hanya Rp 70.000 per hari, kini naik menjadi Rp 80.000-Rp 85.000 sehari. Sedangkan, ongkos tukang bangunannya naik, dari Rp 100.000 sehari, jadi Rp 110.000 sehari.
.
Di pasar, harga cabai merah mengalami lonjakan paling signifikan akibat kebijakan kenaikan BBM. "Baru hari pertama, harga cabai merah sudah naik tiga kali lipat, biasanya Rp 40 ribu per kilogram (kg), sekarang Rp 120 ribu per kg. Saya tidak setuju kenaikan BBM, menyakiti rakyat kecil," ujar Yulinar (40 tahun), warga di Sintang, Kalimantan Barat, ketika dihubungi Republika, Selasa (18/11).
Komoditas berikutnya yang mengalami kenaikan harga di Sintang adalah bawang merah, dari Rp 26 ribu ke Rp 30 ribu per kg. Daging ayam juga naik dari Rp 15 ribu ke Rp 20 ribu per kg. Yulinar yang juga pemilik rumah makan Padang itu saat ini belum berencana menaikkan harga jual makanannya. Namun, jika kenaikan ini berlangsung lebih dari dua pekan, maka ia juga berniat menaikkan harga.
Pantauan Republika di Pasar Tradisional Dalung, Denpasar Barat, harga cabai merah hampir tiga kali lipat dari Rp 15 ribu ke Rp 40 ribu per kg, disusul rawit dari Rp 13 ribu ke Rp 45 ribu per kg. "Musim kering, Mbak, apalagi BBM naik," ujar Ni Made, salah seorang penjual cabai dan sayur-mayur. Kenaikan harga kebutuhan pokok juga terjadi di daerah lain, seperti Banyumas, Jawa Tengah.
Sementara, harga bensin Premium di Pulau Sabu, Nusa Tenggara Timur, melonjak menjadi Rp 50 ribu peri liter dari sebelumnya dijual Rp 35 ribu per liter. "Itu harga di tingkat eceran. Penjual membawa BBM dari Kupang ke Pulau Sabu menggunakan jeriken," kata Yandharson Yanthopet Selan, seorang warga, dihubungi Republika, Selasa (18/11).
Kenaikan BBM di Pulau Sabu secara fluktuatif sering terjadi. Di luar pengumuman kenaikan harga dari pemerintah, kondisi lain yang memengaruhi yaitu misalnya cuaca buruk, yang membuat armada pelayaran dan perahu pengangkut BBM tak bisa berlayar.
n ahmad baraas/eko widyanto/c85 ed: teguh firmansyah