REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Hingga saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum berhasil mengungkap siapa pemberi suap dalam kasus cek pelawat. Diduga, ada kekuatan yang tidak steril (bersih) di tingkat penyidik sehingga upaya untuk mengungkap pemberi suap itu tidak maksimal.
Menurut Peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW), Febridiansyah, ada satu hal penting yang mengkhawatirkan di dalam tubuh KPK. Kekhawatiran itu berada pada tingkat penyidik yang tidak steril atau tidak bersih.
Febridiansyah mengatakan, dalam penanganan sebuah kasus, KPK membentuk satu tim. Tim itu terdiri dari penyelidik, penyidik, dan penuntut. Dari ketiga unsur itu, penyidik merupakan unsur yang paling rawan untuk menghambat penanganan sebuah kasus.
"Seluruh pimpinan KPK harus mengawasi secara ketat para penyidiknya," kata Febridiansyah saat menjadi pembicara seminar bertajuk 'Mengurai Benang Kusut Kasus Cek Pelawat' di Jakarta, Kamis (7/4).
Menurutnya, KPK harus memberisihkan para penyidik yang diduga menghalang-halangi proses penanganan kasus tersebut. Karena, ini adalah masalah serius yang harus segera diatasi demi tegaknya proses penegakkan hukum terhadap para pemberi suap tersebut.
Selain soal penyidik, Febridiansyah juga mengatakan faktor lain mengapa hingga saat ini KPK belum bisa mengungkap siapa pemberi suap cek pelawat itu. Yaitu, belum diperiksanya pengusaha, Nunun Nurbaeti.
"Nama Nunun yang dalam fakta persidangan tersangka cek pelawat yang sudah divonis bersalah sering disebut sebagai pihak yang ikut berperan dalam memberikan suap," ujarnya.
Menurutnya, Nunun bisa menjadi pintu masuk yang sangat penting bagi KPK untuk mengungkap siapa pemberi suap tersebut. Sayangnya, KPK juga tidak berhasil memanggil Nunun yang hingga saat ini belum diketahui dimana keberadaannya.
"Makanya kalau mau gampang panggil Nunun, tetapkan dulu dia sebagai tersangka, baru nanti gampang dicarinya," ujar Febri.
Seperti diketahui, dalam kasus cek pelawat ini KPK sudah mempidanakan empat orang mantan anggota DPR RI Periode 1999-2004. KPK juga telah menahan 26 orang tersangka lainnya yang juga mantan anggota DPR RI. Mereka semua diduga menerima suap berupa cek pelawat tersebut terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Miranda Goeltom pada tahun 2004 lalu. Namun, hingga saat ini KPK belum berhasil mengungkap siapa penyuapanya.