REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemerintah Taiwan mengancam mendeportasi 11.180 tenaga kerja Indonesia (TKI) bermasalah karena lari dari majikan serta melanggar batas izin tinggal.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Moh Jumhur Hidayat melalui surat elektronik dari Taiwan, Kamis, menyebutkan data itu dari Kepala Bidang Imigrasi, Konsuler, dan Ketenagakerjaan pada Kantor Dagang Ekonomi Indonesia (KDEI) Taiwan Ramli HS setelah pertemuan di KDEI.
Jumhur mendapat penjelasan dari Ramli bahwa sebagian besar TKI tersebut merupakan pekerja rumah tangga perawat jompo. Selain itu ada TKI bekerja sebagai anak buah kapal dan nelayan pada pemilik kapal ikan.
Jumlah 11.180 TKI yang terancam deportasi itu didapat KDEI pada bulan ini melalui CLA (Council of Labor Affair) yang berada di bawah Kementerian Tenaga Kerja dan melalui NIA (National Immigration Agency) di bawah Kementerian Dalam Negeri.
"Mereka yang kaburan itu artinya kalau lebih tiga hari tidak kembali ke rumah majikan maka pihak Taiwan menjadikannya TKI Kaburan, sesuai laporan dari majikan ke Imigrasi atau CLA. Kasus lain yang dibawa para TKI kaburan berupa pelanggaran imigrasi ataupun pencurian," katanya.
Para TKI kaburan itu melakukan upaya pindah majikan sebelum diselesaikan kontrak atau sengaja ditampung oleh majikan lain bekerja sama dengan agen penyalur TKI di Taiwan. Akibat ini, TKI yang kabur pun menjadi tidak lagi legal karena penampungan model itu dipandang tidak sah.
Jumhur menyebutkan keberadaan para TKI sewaktu-waktu dapat diciduk oleh aparat berwenang Taiwan kemudian menyerahkan ke imigrasi untuk proses kepulangan dengan beban biaya sendiri.
Saat diserahkan ke imigrasi, para TKI akan diproses lebih dulu apakah sekadar pelanggaran izin tinggal, memiliki kasus hukum, atau permasalahan lain.
Untuk yang berkasus hukum akan ditindak secara hukum sedangkan pelanggar izin tinggal melebihi tiga bulan dan seterusnya dikenakan 10.000 NT atau setara Rp3 juta.
Jumhur menyebutkan pula bahwa menurut KDEI para TKI tersebut tersebar di rumah-rumah majikan (pengguna) dalam status ilegal alias TKI Kaburan. KDEI akan terus menjajaki kasus tersebut bekerja sama dengan pemerintah Taiwan untuk menangani permasalahannya.
KDEI juga akan melakukan pendampingan hukum bagi yang tersangkut kasus, sedangkan yang akan dipulangkan dibantu proses dokumennya.
TKI kaburan sebenarnya bukan semata-mata karena kesalahan TKI, sebab boleh jadi sumber masalahnya adalah majikan yang membuat TKI tidak merasa nyaman bekerja, katanya.
Jumhur berada sejak Rabu (27/4) di Taiwan guna menghadiri Pertemuan Tahunan V KDEI dengan Taiwan Economic Trade Office (TETO) pada Jumat (29/4). Pertemuan tahunan itu terkait peningkatan kerja sama penempatan dan perlindungan TKI di Taiwan.