REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG – Identifikasi anggota Negara Islam Indonesia (NII) tidak mudah dilakukan. Penampilan fisik mereka tak jauh berbeda dengan warga kebanyakan.
“Kalau fisik tidak banyak perbedaan. Mereka baru ketahuan kalau diskusi,’’ kata Ahmad Nurdin, mantan Ketua Dewan Pembina NII KW IX.
Diskusi anggota NII cenderung menyerang Pemerintah Indonesia secara ekstrem. Perbedaan fisik susah diamati. Karena, para anggota NII memang didorong kembali ke masyarakat tempat tinggal dia semula.
Nurdin mengatakan anggota NII yang tak kembali ke lingkungannya semula itu kebanyakan karena faktor takut ‘kotor’ kembali. Mereka akan memilih tinggal dengan teman sesama NII atau dengan pembinanya. “Tapi, sebenarnya kami mendorong proses yang normal,’’ ujar Nurdin yang mengaku sebagai penyusun modul perekrutan NII, termasuk yang mengenalkan konsep shadaqah harus dalam bentuk uang.
Hal ini diakui pula oleh Prasetyo, alumni Teknik Lingkungan ITB, yang nyaris direkrut NII saat masih duduk di bangku SMA. Dia mengenali kawan-kawan kampusnya yang menjadi anggota NII itu juga dari diskusi.
Misalnya, kata Prasetyo, saat bicara tentang pemilu kepala daerah. Para anggota NII cenderung bersikap apatis secara ekstrem. “Ngapain mikiran mereka (para calon kepala daerah). Mereka kan bukan imam kita,’’ kata Prasetyo menirukan kawan-kawannya yang direkrut NII.