REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggaran untuk rancangan undang-undang (RUU) yang dilakukan oleh DPR RI dinilai terlalu boros. Ada beberapa anggaran yang seharusnya bisa dikurangi.
Menurut Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia Untuk Transaparansi (FITRA), Ucok Sky Kadafi, anggaran Rp 8,2 miliar per RUU dianggap terlalu besar. Nilai tersebut dianggap terlalu boros.
"Nilai sebesar itu seharusnya bisa dikurangi, misalnya untuk ongkos sidang dan perjalanan dinas," kata Ucok di Jakarta, Selasa (17/5).
Berdasarkan data yang diperoleh FITRA, pembahasan RUU dalam setiap rapat paripurna dibayar Rp 7 juta per orang. Sedangkan untuk anggota Pansus dibayar Rp 6,5 juta per orang.
"Itu ditingkat rapat paripurna, di tingkat Panitia Keja [Raker] pembahasan RUU setiap anggota dibayar Rp 5 juta per rapat," ujarnya.
Masih berdasarkan data itu, lanjut Ucok, untuk pembahasan RUU anggaran yang dibutuhkan adalah Rp 5,2 miliar. Sementara untuk kunjungan kerja keluar negeri dalam rangka pembahasan RUU, pemerintah harus mengeluarkan uang sebesar Rp 3 miliar.
"Jika dibandingkan tahun ini, pembengkakannya liar biasa. tahun lalu untuk pembahasan RUU hanya Rp 2,7 miliar," kata Ucok.
Ucok mengatakan nilai Rp 8,2 miliar tersebut hanya untuk anggaran RUU yang diusulkan oleh DPR. Untuk RUU yang diusulkan oleh Pemerintah, dianggarkan Rp 5,9 milir per RUU.
"Bayangkan kalau dalam setahun pemerintah mengusulkan 10 dan DPR mengusulkan 10. Berapa banyak uang negara yang dihabiskan," kata ucok.
Menurutnya, biaya sebesar itu tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Dalam satu tahun, DPR kerap tidak mencapai target RUU yang seharusnya dikerjakan.