REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tertangkapnya hakim Syarifudin menimbulkan dampak hukum luar biasa bagi perkara yang ditanganinya. Tak terkecuali, gubernur nonaktif Bengkulu, Agusrin M Najamudin.
Kuasa hukum Agusrin, John Sumule, menyatakan kasus kliennya yang diputus bebas hakim Syarifudin bersifat inkrah alias berkekuatan hukum tetap. Karena itu, ia mempertanyakan pihak-pihak tertentu yang berusaha untuk membuka kembali kasus Agusrin terkait penangkapan Syarifudin oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ia menegaskan, kliennya yang bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 24 Mei lalu tak bisa diganggu gugat. Keputusan hukum terkait kasus itu final. “Klien kami tak bersalah kok dipaksa bersalah,” kata Sumule di kantor Marthen Pengrekun dan Associate, Sabtu (4/6).
Agusrin menjadi terdakwa dalam kasus pembukaan rekening senilai Rp 21,3 miliar. Pembukaan rekening di Bank BRI cabang Bengkulu tersebut dilakukan untuk memindahkan dana Pajak Bumi Bangunan atau Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (DBH-PBB/BPHTB) dari Bank Bengkulu ke BRI Bengkulu. Akibatnya, dana itu berada di luar penempatan kas daerah Bengkulu.
Sumule mengatakan, pihak-pihak tertentu yang jadi lawan politik Agusrin tak henti menyerang kliennya. Bahkan, ia menilai pihak-pihak tertentu sangat terorganisir dan sistematis dalam memfitnah kliennya. Ia mempertanyakan, apakah karena kliennya kader Partai Demokrat sehingga dipaksa harus bersalah. Meski, secara hukum tak bersalah. Apalagi, sambung dia, dari 30 saksi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) di pengadilan semuanya mengaku Agusrin tak bersalah.
Ia memaparkan, semua saksi itu berasal dari berbagai elemen. Seperti, wartawan, mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan Komisi Yudisial (KY). Mengingat 30 saksi itu mulai persidangan dari awal, kata Sumule, berarti fakta persidangan tak ada manipulasi.
Yang membuat Sumule jengah, saksi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diajukan JPU juga memberi kesaksian tak ada kerugian negara. Ditambah, dalam kasus pemindahan dana Rp 31,3 miliar itu Agusrin tak mengetahui proses pemindahannya, maka kasus itu tak layak dilimpahkan ke pangdilan.
“Jika dipengadilan diputuskan tak bersalah, mengapa masih ada pihak yang menuntut kasus klien kami dibuka lagi?” ujarnya tanpa mau menyebut lawan politik Agusrin.
Juru bicara Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali, menyatakan, semua kasus yang ditangani hakim Syafarudin tak bisa dibuka jika berkekuatan hukum tetap. Jika dalam kasus bebasnya 39 terdakwa korupsi selama persidangan dipimpin Syafarudin dikemudian hari ditemukan kesalahan. Maka, yang bisa dilakukan publik menyidangkan Syafarudin dalam mekanisme hukum terpisah. “Tak bisa kasus lama dibuka kembali gara-gara yang bersangkutan ditangkap,” jelas Hatta.