REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kasus terungkapnya beberapa surat palsu calon legislatif (caleg) yang dimiliki
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengundang reaksi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk berbicara. MK menyatakan Bawaslu tak pernah mengadukan pemalsuan surat dalam kasus untuk melanggengkan caleg ke Senayan.
Ketua MK Mahfud MD, menyebut, Bawaslu memang pernah menunjukkan kepadanya beberapa lembar fotokopi surat MK yang diduga palsu. Namun, MK tidak menindaklanjuti karena setelah ditunggu-tunggu tak ada pengaduan atau pertanyaan dari pihak yang dirugikan.
Pihak yang bersengketa pemilu dalam hal ini, Komisi Pemilihan Umum (KPU), KPU provinsi/kabupaten/kota, parpol dan/atau caleg yang bersangkutan. Menurut Mahfud, jika merasa dirugikan harusnya pihak tersebut melapor kasus yang menimpanya kepada MK.
"Inilah alasan MK mengapa tak bertindak dalam kasus itu," ujar Mahfud di Gedung MK, Kamis (9/6).
Ketika Bawaslu menunjukkan copy surat itu, kata Mahfud, di mejanya terdapat 11 salinan surat dan tiga salinan amar putusan yang dilaporkan palsu. Surat itu tak ditindaklanjuti oleh MK karena tak ada pihak terkait dengan vonis MK itu yang mengadu ke MK.
Menurut Mahfud, jika salinan surat seperti itu diurus tanpa pihak terkait, akan ada ribuan salinan surat tak bertuan yang harus diurus. "Memangnya kita tak ada pekerjaan lain?" ujar Mahfud.
Selama ini, baru terungkap satu surat palsu yang dterungkap ke publik terkait lolosnya caleg 'haram' ke Senayan. Tindakan itu dilakukan mantan anggota KPU Andi Nurpati yang meloloskan caleg Partai Hanura, Dewi Yasin Limpo. Harusnya, caleg yang berhak lolos adalah caleg Partai Gerindra, Mestariyani Habie.