REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Polri menganggap Undang Undang Nomor 15/2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme belum mengakomodasi kepentingan Polri dalam menjerat para pelaku teror. Kapolri, Jenderal Polisi Timur Pradopo pun meminta untuk merevisi UU terorisme tersebut.
"Kami meminta untuk merevisi dan mengamandemen UU terorisme yang belum mengakomodir kegiatan terorisme," kata Kapolri, Jenderal Polisi Timur Pradopo pada sambutan dalam lokakarya bertema 'Bermitra Menangani Hate Speech dan Radikalisme di Indonesia' di PTIK, Jakarta, Kamis (23/6).
Timur menambahkan, kegiatan terorisme yang belum diatur secara detil dalam UU terorisme seperti proses rekrutmen dan pelatihan militer. Ia juga meminta perluasan delik untuk menjerat teroris, khususnya mengenai program deradikalisasi dan sidang pemeriksaan saksi dengan telekonferensi.
Bentuk penyebaran pemahaman teror, para terorisme dengan menanamkan ideologi kepada pendukungnya. Radikalisme, lanjutnya, masuk dalam pemahaman ideologi yang digunakan untuk kekerasan dalam mencapai tujuan menghancurkan kesatuan.
"Masalah asal usul agama yang mendorong untuk melawan kelompok utama dan memisahkan diri dari suatu negara. Sehingga gunakan aksi teror," katanya menegaskan.
Berdasarkan catatan Polri, hingga Mei 2011, sudah menangkap sebanyak 694 tersangka teroris dan 65 orang di antaranya ditangkap dalam kondisi meninggal dunia. Sedangkan 347 orang tersangka terorisme tersebut, sudah divonis di pengadilan.