REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA --- Satuan tugas (satgas) khusus bagi tenaga kerja Indonesia yang terancam hukuman mati di luar negeri khususnya di Arab Saudi, Malaysia, Cina dan Singapura akan fokus pada upaya lobi menghindari hukuman mati. Sedangkan untuk urusan pembayaran diyat (uang pemafaan) yang berlaku di Arab Saudi menjadi tanggung jawab pemerintah.
''Satgas akan fokus ad hoc upaya penghindaran hukuman mati bagi TKI yang terancam hukuman mati,'' tutur Anggota Tim Terpadu Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Jumhur Hidayat usai menyaksikan Penyerahan uang diyat dari Ahmad Fauzi yang membunuh sesama TKI Tarino 2008 lalu di Jakarta, Senin (4/7).
Soal anggaran bagi operasional satgas dan tim terpadu, jelas Jumhur tidak membutuhkan dana yang besar. ''Jika memang harus membayar diyat bisa diambil dari anggaran kementrian atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),'' tutur dia.
Dicontohkan saat ini satgas juga sedang menyelesaikan proses pemaafan bagi lima TKI yang dituduh berkomplot membunuh dan mengubur warga negara Pakistan Zubair bin Hafidz Ghul Muhammad berisitri WNI. Kelimanya divonis hukuman pancung oleh Mahkamah Umum Makkah. Uang diyat yang diminta keluarga korban sebesar 1 juta real per orang.
Dibutuhkan 5 juta real atau setara dengan Rp 12,5 miliar.''Kalau memang ada uang diyat bisa dibayar dari dana pemerintah. Tapi dalam setiap kasus kami mengusahakan bantuan pengacara yang bagus ,'' tutur Jumhur. Mungkin saja pengacara bisa meyakinkan untuk meringankan hukuman.