Senin 04 Jul 2011 20:14 WIB

Serangan Baru Hantam Pipa Gas Mesir yang Memasok Israel dan Jordania

Ledakan di stasiun gas Mesir
Foto: On Islam
Ledakan di stasiun gas Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Untuk ketiga kali dalam enam bulan, pipa yang mengalirkan gas dari Mesir ke Israel dan Jordan diserang. Insiden itu mengakibatkan penghentian aliran gas sementara.

"Kami tak memiliki cukup informasi terkait peristiwa itu, namun umumnya ledakan terjadi di tempat yang sama seperti dua ledakan sebelumnya," ujar sumber keamanan Mesir, Senin (4/7)

Ledakan terjadi pagi hari di sebuah stasiun di sepajang pipa yang terletak di utara Semenanjung Sinai, kawasan Bir Abd, 60 kilometer dari Terusan Suez. Sumber keamanan lain menyebut beberapa pria dengan senapan mesin dalam truk kecil memaksa petugas di stasiun untuk pergi, lalu mereka pun menanam peledak di sana.

Perusahaan gas alam yang mengoperasikan jalur pipa tersebut langsung menutup dan mematikan pipa setelah ledakan terjadi. Menurut saksi mata, suara ledakan menggelegar di penjuru gurun, membuat takut penduduk sekitar. Kilatan lidah api langsung terlihat di atas stasiun.

Pejabat setempat mengatakan sebuah mobil diparkir di dekat jalur pipa-pipa tersebut, di kawasan Bir Abd tak lama setelah ledakan. Mereka mengaakan bom dipicu dari jarak jauh.

Urusan Internal Mesir

Menanggapi maraknya penyerangan, pejabat Israel  mengatakan itu adalah urusan internal dan bukan salah satu pipa yang memasok gas ke Israel.

Menurut Yediot Aharonot, pejabat Israel mengatakan serangan itu tak menyentuh pipa yang mengalirkan gas ke Israel, atau pipa yang berdekatan, yakni yang mengarah ke Jordan.

Namun, tak dipungkiri serangan sempat menghentikan aliran gas ke Israel, yang akan dibuka kembali akhir Senin, atau paling lambat Selasa besok.

Serangan itu adalah kali ketiga sejak Februari, ketika gerakan rakyat berhasil menggulingkan Hosni Mubarak dan kekuasaan dialihkan ke dewan militer.

Pada 27 April, pipa dari area Al Sabil di utara Sinai juga diserang. Saat itu serangan mengakibatkan pemotongan pasokan gas internasional.

Pada Februari, penyerang memasang peledak di pipa yang melewati kota Lihfren, utara Sinai, dekat Jalur Gaza. Sebenarnya ada empat kali upaya, namun serangan yang dilakukan pada Maret itu gagal.

Mesir memasok sekitar 40 persen kebutuhan gas Israel terutama untuk memproduksi listrik. Pada Desemberi, perusahaan Israel meneken kontran sepanjang 20 tahun senilai 10 milyar dolar untuk mengimpor gas dari Mesir.

Sudah lama diketahui, blok oposisi Mesir, termasuk Ikhwanul Muslimin, begitu pula mayoritas masyarakat Mesir telah menyeru Kairo untuk membatalkan kesepakatan itu yang telah efektif sejak 2008.

Kesepakatan gas kontroversial dengan Israel berulang kali digugat di pengadilan Mesir. Di publik sendiri, perjanjian itu dituding dibuat diam-diam karena dilakukan tanpa sepengetahuan parlemen.

Pada April, penuntut umum Mesir menuntut mantan menteri energi, Sameh Fahmy, plus lima pejabat terkait lain serta satu pengusaha dalam sidang pengadilan dengan dakwaan menghambur-hamburkandana publik terkait kesepakatan gas alam dengan Israel.

Keputusan itu, bagian dari penyelidikan korupsi selama 30 tahun pemerintahan Mubarak, mengatakan perjanjian mengakibatkan kerugiann negara sebesar 714 juta dolar dan membuat si pengusaha yang terlibat mendapat keuntungan haram.

Mesir adalah negara Arab pertama yang meneken perjanjian damai dengan Israel. Penandatanganan itu dibuat terlepas publik menyatakan tetap menentang Isrel atas kebijakan menjajah teritori Palestina.

Setelah militer mengambil alih kekuasan menyusul pencopotan Mubarak, dewan mengatakan akan tetap menghormati perjanjian damai dengan Israel.

Sementara Jordania, yang 95 persen kebutuhan energi nasionalnya diperoleh dari pembelian, mengimpor sekitar 6,8 juta meter kubik gas Mesir sehari. Angka itu adalah 80 persen dari permintaan listrik nasional Jordania.

sumber : AFP
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement