REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Tim penasihat hukum terpidana perkara pembunuhan aktivis Ham, Munir, Pollycarpus Budiharjo, mengajukan tiga orang ahli untuk memberikan kesaksian pada sidang Peninjauan Kembali (PK) Pollycarpus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (5/7).
Tiga ahli tersebut yakni ahli forensik, Siswo Mukarto Santoso, ahli farmasi, Sunarto, dan ahli racun, Mangkusiteopu memberi pandangannya tentang racun yang diminum Munir dalam perjalanan dari Bandara Changi ke Armsterdam di Pesawat Garuda.
Ahli forensik dari UKI, Siswo Mukarto Santoso, menjelaskan ada beberapa kondisi tertentu ketika racun arsenik dapat mematikan bagi orang yang meminumnya. Pertama, ungkapnya, racun harus berdosis besar. "Minimal tiga empat kali dari dosis maksimal," ungkapnya di dalam sidang.
Menurutnya, hal tersebut karena dihitung dari efek muntah setelah meminum racun tersebut. Untuk itu, jika dosis untuk mematikan 200 miligram, maka dosis racun yang dimasukkan harus 800 miligram. Siswo mengungkapkan reaksi racun juga bisa mematikan meski dosisnya kurang dari dosis tersebut.
Dengan catatan, ungkapnya, si peminum harus berada dalam kondisi tidak fit dan berpenyakit seperti lever, ginjal, atau hati. Selain itu, Siswo mengungkapkan air yang digunakan untuk melarutkan racun tersebut harus air yang panas. Jika tidak, ungkapnya, reaksi racun akan minimal.
Ia pun mengungkapkan racun sebenarnya hanya bisa bereaksi maksimal jika dimasukkan dalam makanan. Terlebih, tuturnya, jika racun berbentuk bubuk. Terdapat perbedaan pendapat antara Siswo dengan Sunarto tentang selang waktu antara seseorang minum arsen dengan reaksinya.
"Dari gejala hingga mati antara 1 hingga 2 jam," kata Siswo. Sementara, Sunarto mengatakan bahwa rentang waktu antara minum arsen dengan reaksi bisa memakan waktu dua belas jam.
Selain itu, keahlian keduanya juga sempat terjadi perbedaan saat menjelaskan mengenai perbedaan jenis arsen organik dan non organik kepada ketua majelis hakim Bagus Irawan. Siswo menilai arsen organik tidak mematikan. Sementara Sunarto menilai arsen organik mematikan apabila dikonsumsi tubuh.
"Loh tadi kata ahli yang pertama arsen organik tidak mematikan. Kok mengatakan organik mematikan," ujar ketua majelis hakim Bagus Irawan, saat bertanya kepada Sunarto. Akan tetapi, mereka sepakat bahwa arsenik seperti yang terdapat dalam tubuh Munir tidak mungkin larut dalam air. Kalau pun bisa larut, tutur mereka, harus dalam kondisi mendidih terlebih dahulu.
Munir meninggal di atas pesawat Garuda G-974 dalam penerbangan Jakarta-Amsterdam pada 7 September 2004. Terdapat senyawa arsenil yang ditemukan dalam hasil otopsi tubuh Munir. Selain Pollycarpus, mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Mayjen (Purn) Muchdi Pr juga dihadapkan ke pengadilan. Muchdi yang beralih menjadi politisi ini akhirnya bebas ditingkat kasasi.