REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN - Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta, Subandrio, mengatakan, erupsi Merapi setelah letusan Oktober dan November 2010 telah mengubah kondisi gunung teraktif di dunia tersebut.
"Akibat letusan Oktober-November lalu, Merapi lalu membentuk kubah dengan diameter 500 meter dan membuka sejauh 400 meter ke arah selatan," katanya.
Ia mengatakan, karakteristik letusan Merapi biasanya mengikuti arah kubah itu dan hal itu berarti bila terjadi letusan kembali, awan panas akan mengarah ke selatan.
"Sebelumnya kubah Merapi ini mengarah ke arah barat dan barat daya, kubah yang mengarah ke arah barat tersebut terbentuk akibat letusan Merapi pada 1930 dan 1931. Sejak 1780 hingga 2010 Merapi telah meletus 100 kali dan sejak 1930 itu setidaknya Merapi pernah meletus sebanyak 20 kali dan arah awan panas mengikuti kondisi kubah," katanya.
Bila letusan Merapi normal, katanya, biasanya aliran awan panas akan sejauh tujuh hingga delapan kilometer dan umumnya juga mengikuti aliran sungai berhulu di Merapi. "Dengan asumsi terbentuknya kubah akibat letuhan 2010 yang ke arah selatan, maka diprediksi letusan berikutnya akan mengarah ke selatan, sehingga wilayah selatan Merapi akan sangat berbahaya untuk ditinggali," katanya.
Akibat erupsi 2010 tersebut, katanya, saat ini kawasan selatan Merapi sudah tidak ditumbuhi pepohonan lagi dan sebagian kawasan itu juga sudah menjadi tumpukan material Merapi.
"Jadi kondisinya ibarat jalan tol, tidak ada lagi hambatan bagi awan panas untuk meluncur ke bawah," katanya.