Kamis 07 Jul 2011 07:18 WIB

Kaderisasi Ulama Pasca Meninggalnya Zainudin MZ

Red: cr01
KH Zainuddin MZ
Foto: Republika/Amin Madani
KH Zainuddin MZ

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meninggalnya kiai sejuta umat, KH Zainudin MZ, dapat menjadi momentum yang baik bagi dai di seluruh Indonesia untuk melakukan evaluasi.

Evaluasi ini tidak lain bertujuan untuk melakukan kaderisasi ulama-ulama di Indonesia. “Melalui kaderisasi akan ada ulama dan dai yang melanjutkan perjuangan, harapan, dan keinginan beliau,” ujar Kepala Bidang Dakwah Ikatan Dai Indonesia (IKADI), Ahmad Kusyairi Suhail, Rabu (6/7).

Menurut Ahmad, Zainudin adalah seorang ulama yang memiliki ide-ide cemerlang untuk kemajuan bangsa. Ia adalah orang yang cair dengan retorika yang luar biasa. Beliau sangat aktual dalam berceramah, namun tidak menghilangkan sisi keagamaan yang dibawanya.

Zainudin adalah dai yang memikirkan soal umat. Seorang dai harusnya seperti itu, kata Ahmad, haruslah memikirkan bagaimana menyejahterakan umatnya. Dalam berceramah, retorikanya ringan dan mudah diingat pendengarnya. Jadi meskipun ceramahnya bermuatan politik, semua pendengarnya mengerti.

Sebagai dai sejuta umat, Zainudin tidak hanya untuk masyarakat kalangan tertentu, tetapi untuk semua lapisan masyarakat. “Ceramahnya mengedepankan Islam secara alami ke seluruh lapisan masyarakat,” kata Ahmad.

Tidak ada ikatan khusus antara IKADI dengan almarhum. Namun rasa kehilangan besar sangat dirasakan oleh IKADI karena sosok seperti Zainudin tidak mudah ditemukan. “Tidak ada ikatan khusus antara kami, tetapi kami sering bertemu di acara-acara umum keagamaan,”

Kematian bisa datang kapan saja tanpa permisi. Kematian Zainudin dapat menjadi hikmah bagi semua orang, untuk mempersiapkan diri menghadapi kematian. “Meninggalnya mendadak, kita bisa ambil hal-hal baik dari beliau seperti kemampuan retorikanya atau tujuan mulianya untuk menyejahterakan umat," pungkas Ahmad

Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
قَالَ يٰقَوْمِ اَرَءَيْتُمْ اِنْ كُنْتُ عَلٰى بَيِّنَةٍ مِّنْ رَّبِّيْ وَرَزَقَنِيْ مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا وَّمَآ اُرِيْدُ اَنْ اُخَالِفَكُمْ اِلٰى مَآ اَنْهٰىكُمْ عَنْهُ ۗاِنْ اُرِيْدُ اِلَّا الْاِصْلَاحَ مَا اسْتَطَعْتُۗ وَمَا تَوْفِيْقِيْٓ اِلَّا بِاللّٰهِ ۗعَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَاِلَيْهِ اُنِيْبُ
Dia (Syuaib) berkata, “Wahai kaumku! Terangkan padaku jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku dan aku dianugerahi-Nya rezeki yang baik (pantaskah aku menyalahi perintah-Nya)? Aku tidak bermaksud menyalahi kamu terhadap apa yang aku larang darinya. Aku hanya bermaksud (mendatangkan) perbaikan selama aku masih sanggup. Dan petunjuk yang aku ikuti hanya dari Allah. Kepada-Nya aku bertawakal dan kepada-Nya (pula) aku kembali.

(QS. Hud ayat 88)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement