REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berdasarkan pemeriksaan investigasi Mahkamah Konstitusi (MK) atas pegawainya, Nalom Kurniawan dan Masyhuri Hasan, didapati bahwa politisi Hanura di Makassar, Dewie Yasin Limpo, memaksa keduanya menunjukkan surat MK pada 17 Agustus 2009 di parkiran KPU. Namun Dewie menolak keterangan ini.
Saat berada di parkiran KPU pada 17 Agustus 2009 itu, Dewie membenarkan bahwa dirinya menyusul Hasan untuk menanyakan soal putusan MK yang menentukan nasib kursinya. "Wajar, dong saya mengejar hak saya," kata Dewie.
Sekjen MK menceritakan, bahwa di parkiran itu Dewie meminta diperlihatkan surat MK dalam amplop coklat tertutup yang dibawa oleh Nalom. Nalom bersikeras menolak memenuhi permintaan Dewie.
Selanjutnya Dewie menyerahkan telepon genggamnya kepada Nalom untuk berbicara pada seseorang yang kemudian mengaku sebagai Nesyawati, putri mantan Hakim MK, Arsyad Sanusi. Kepada Nalom, Nesya memerintahkan agar Dewie diperlihatkan isi surat yang dibawanya. Kata Nesya, perintah itu datang langsung dari Arsyad.
Mengenai telepon itu, Dewie tidak menyangkal. Namun bukan dia yang menelepon, tapi menerima penggilan telepon yang datang dari kakak perempuannya, Nana. Dewie pun membawa serta Nana ke dalam ruang Panja. "Nalom ngaco! Saya ditelepon kakak saya yang menanyakan kabar kesehatan saya. Saya, kan baru turun dari kursi roda," ujar Dewie.
Dewie menegaskan bahwa saat itu dirinya tidak pernah diperlihatkan maupun mendapatkan kopi surat MK Nomor 112 tertanggal 17 Agustus 2009. Kepada Dewie, Hasan menjanjikan akan memberikan kopi surat MK melalui asistennya, Bambang. Namun hingga kini tidak pernah dilakukan Hasan.