REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON--Dua diplomat senior di kedutaan besar Myanmar di Washington membelot, satu tindakan yang memalukan bagi rezim dukungan militer yang ingin menunjukkan kepada dunia bahwa negara itu sedang menuju transisi politik. Kyaw Win, diplomat nomor dua di kedubes itu dalam wawancara dengan AFP, Kamis mengemukakan ia semakin lelah menunggu perubahan di negaranya dan menyatakan kagum pada pemimpin oposisi Aung San Suu Kyi.
Kyaw Win membelot pada 4 Juli. Orang nomor empat kedubes itu, Soe Aung, mengajukan permohonan suaka di Amerika Serikat pada minggu berikutnya. Menurut beberapa sumber, ia membuat keputusan itu sewaktu ia dikawal pulang sebagai bagian diri satu penyelidikan pembelotan diplomat pertama.
Kekacauan di kedubes Myanmar itu terjadi kendatipun para pemimpin negara yang dulu bernama Burma itu berusaha menunjukkan transisi politik yang stabil di negara tersebut. Junta yang memerintah menyelenggarakan pemilu November tahun lalu dan secara resmi menyerahkan kekuasaan kepada kekuasaan sipil.
Pemerintah-pemerintah Barat dan para pemimpin oposisi yakin bahwa perubahan-perubahan itu hanyalah kosmetik-- satu pandangan yang menurut Kyaw Win ia akui secara diam-diam ketika bekerja di kedubes itu. "Kami mengatakan bahwa pemilu itu akan membawa perubahan tetapi pemilu yang telah berlangsung enam bulan lalu itu dan situasi malah lebih buruk ketimbang sebelumnya," kata Kyaw Wun, 59 tahun, diplomat kawakan yang sebelumnya pernah bertugas di Brazil, India dan Swiss.
"Saya sejak lama berdebat dengan anak-anak saya, yang sudah dewasa, yang tidak yakin pemerintah ingin melakukan perubahan. Tetapi saya masih yakin bawa saya akan dapat mengubahkan sistem," katanya. "Setelah 30 tahun, saya harus berusaha mengubah negara kami dari luar dan Washington adalah tempat yang baik untuk memberikan tekanan," katanya.
Kyaw Win sesungguhnya hampir pulang ke Myanmar untuk pensiun. Para pejabat Departemen Luar Negeri AS menolak memberikan komentar mengenai keabsahan usaha suakanya, dengan menyatakan peraturan mengenai kebebasaan pribadi melibatkan imigrasi.
Pemerintah Presiden Barrack Obama pada tahun 2009 membuka perundingan-perundingan dengan Myanmar setelah berkesimpulan bahwa kebijakan sebelumnya terhadap rezim itu gagal. Para pejabat Deplu menegaskan dialog itu tetap pilihan terbaik, kendatipun mereka menyatakan kecewa atas hasil-haslinya.
Kedubes Myanmar diperkirakan berperan rendah dalam perundingan itu, dengan AS tidak berhasil bertemu langsung dengan para pemimpin penting di ibu kota Naypyidaw atau berembuk melalui missi PBB Myanmar di New York. Kedubes tu, yang terletak di satu jalan yang rindang Washington utara dekat rumah-rumah tua dan Musium Tekstik memiliki 14 diplomat mulai awal tahun ini, kata Deplu AS.
Tetapi dua pembelot dianggap paling santun di antara para diplomat pemerintah yang didukung militer itu. AS dan Myanmar tidak saling tukar dubes, akibat dari protes-protes Washington setelah junta membatalkan pemilu tahun 1990 yang dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi. "Menurut pendapat saya Aung San Suu Kyi adalah satu-satunya pemimpin yang dipercayai rakyat," kata Kaw Win.
Tetapi ia mengatakan ia tidak yakin bahwa Liga Nasional untuk Demokrasi ebisa efekktif. Partai tu secara resmi dilarang karena menolak mendaftar dalam pemilu tahun lalu, yang diduga dinodai kecurangan. Kyaw Win mengatakan banyak orang di Myanmar menyebut bahwa negara itu adalah salah satu dari negara-negara paling sejahtera di Asia sebelum tahun 1962 ketika militer merebut kekuasaan. "Kami tahu bahwa perubahan tidak akan terjadi dalam beberapa hari. Kami tahu itu memerlukan waktu. Tetapi kami harus melalui arah yang benar," katanya.