Jumat 22 Jul 2011 07:00 WIB

Seorang Pemimpin Alqaidah dan 10 Prajurit Yaman Tewas

REPUBLIKA.CO.ID,ADEN--Seorang pemimpin Al-Qaidah dan 10 prajurit Yaman tewas dalam bentrokan di wilayah selatan, kata satu sumber militer dan petugas medis, Kamis. Ayad al-Shabwani, seorang pemimpin Al-Qaidah di Semenanjung Arab (AQAP) yang bermarkas di Yaman, tewas Selasa dalam penembakan artileri selama pertempuran hebat yang berlanjut hingga Rabu antara militer dan tersangka militan Al-Qaidah di dekat Zinjibar, ibu kota privinsi Abyan, kata sumber militer itu.

Ia tewas di lokasi sekitar empat kilometer sebelah timur Zinjibar, tambah sumber itu. Beberapa petugas medis mengatakan, 10 prajurit Yaman tewas dan 33 cedera dalam pertempuran itu. Seorang petugas medis di rumah sakit militer mengatakan, pihaknya menerima sembilan mayat prajurit dan 15 korban cedera pada Rabu malam.

Seorang petugas medis di rumah sakit lain di Aden, kota utama di Yaman selatan sebelah barat Zinjibar, mengatakan, pihaknya menerima 19 prajurit yang terluka dari Brigade Lapis Baja 31, dan salah seorang dari mereka tewas akibat luka-luka yang dideritanya.

Sementara itu, Deputi Menteri Penerangan Abdo al-Janadi mengatakan pada jumpa pers di Sanaa, AS memberikan dukungan logistik kepada Brigade Mekanik 25 yang dikepung militan di Zinjibar sejak akhir Mei. "Pasukan Amerika membantu Yaman memerangi Al-Qaidah" dengan memberikan dukungan material, kata Janadi.

Pasukan keamanan Yaman selama beberapa pekan ini memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Al-Qaidah di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei.

Kekerasan menewaskan sekitar 150 prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri "Pengikut Sharia" menguasai sebagian besar Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, pada 29 Mei.

Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Al-Qaidah, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.

Pertempuran di Abyan itu berlangsung ketika protes massal yang menuntut pengunduran diri Presiden Ali Abdullah Saleh memasuki bulan keenam, yang melumpuhkan sejumlah kota dan mendorong negara itu ke dalam ketidakpastian politik. Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaidah Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.

Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka. Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaidah di Semenanjung Arab (AQAP).

Negara-negara Barat dan Arab Saudi, tetangga Yaman, khawatir negara itu akan gagal dan Al-Qaidah memanfaatkan kekacauan yang terjadi untuk memperkuat cengkeraman mereka di negara Arab miskin itu dan mengubahnya menjadi tempat peluncuran untuk serangan-serangan lebih lanjut.

Yaman menjadi sorotan dunia ketika sayap regional Al-Qaidah AQAP menyatakan mendalangi serangan bom gagal terhadap pesawat penumpang AS pada Hari Natal.AQAP menyatakan pada akhir Desember 2009, mereka memberi tersangka warga Nigeria "alat yang secara teknis canggih" dan mengatakan kepada orang-orang AS bahwa serangan lebih lanjut akan dilakukan. 

Para analis khawatir bahwa Yaman akan runtuh akibat pemberontakan Syiah di wilayah utara, gerakan separatis di wilayah selatan dan serangan-serangan Al-Qaidah. Negara miskin itu berbatasan dengan Arab Saudi, negara pengekspor minyak terbesar dunia. Selain separatisme, Yaman juga dilanda penculikan warga asing dalam beberapa tahun ini.

sumber : antara/AFP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement