REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM - Tim Detasemen Khusus 88 Mabes Polri masih memburu tiga orang pengurus Pondok Pesantren Khilafiah Umar Bin Khatab di Desa Sanolo, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima, yang teridentifikasi terlibat tindak pidana terorisme.
Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) AKBP Sukarman Husein, membenarkan hal itu, ketika dikonfirmasi wartawan, di Mataram, Senin (25/7). "Tim Densus 88 dari Mabes Polri mengejar tiga orang itu," kata Sukarman, seraya menegaskan bahwa ketiganya sudah tercatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Ia mengakui, polri masih mengincar sejumlah pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Umar Bin Khatab (UBK) yang teridentifikasi terlibat tindak pidana terorisme, meskipun pimpinannya yakni Ustadz Abrori Ali Gani sudah ditangkap.
Pengurus Ponpes UBK itu dikabarkan melarikan diri ke daerah pegunungan di wilayah Kabupaten Bima dan Dompu namun, namun sudah teridentifikasi dari hasil pemeriksaan saksi.
"Masih ada yang diburu, makanya penyidikan terhadap para tersangka tindak pidana terorisme itu diperlakukan tersendiri," ujarnya.
Menurut dia, polri sudah mengidentifikasi pengurus ponpes yang menjadi incaran itu, sehingga terus melakukan pengejaran.
Dari hasil penyelidikan awal diketahui penghuni Ponpes UBK Bima itu terdiri dari 15 orang alumni santri yang sebagiannya menjadi pengurus ponpes dan 36 orang santri yang masih menjalani pendidikan.
Para pengurus dan santri Ponpes Umar Bin Khatab itu seluruhnya melarikan sebelum Satuan Tugas Khusus Gabungan (Satgassus) Polda NTB melakukan penggerebekan di ponpes tersebut pada 13 Juli lalu.
Semula, para pengurus dan santri Ponpes Umar Bin Khatab itu diperkirakan menyebar di sekitar wilayah Kabupaten Bima dan Dompu. Namun, setelah lokasi itu disisir, belum juga ditemukan incaran tersebut.
Saat penggerebekan Ponpes Umar Bin Khatab Bima itu, polisi tidak menemukan seorang pun pengurus dan para santri dalam ponpes itu, namun polisi menemukan sejumlah bahan peledak dan benda berbahaya lainnya.
Polisi menemukan sembilan buah bom molotov yang dirakit menggunakan botol, 30 batang anak panah, dua unit perangkat utama komputer (CPU) dan satu unit printer, dan sepucuk senapan angin.
Polisi juga menemukan sebilah pedang, sebilah golok, sebilah kapak, satu unit telepon genggam (HP), satu peti Al Quran, dan selembar kaos/rompi seragam laskar Jamaah Anshory Taudid (JAT), puluhan keping VCD jihad dan sejumlah bahan perakit bom seperti kabel, solder dan korek api.
Penggerebekan Ponpes Umar Bin Khatab itu dilakukan pada hari ketiga setelah ledakan bom rakitan di ponpes itu, karena upaya polisi dihalang-halangi pengurus dan para santri serta mantan santri, serta adanya dugaan bahan peledak di pintu masuk ponpes itu.
Ledakan bom rakitan di salah salah satu ruangan dalam Ponpes Khilafiah Umar bin Khatab, itu terjadi pada 11 Juli sekitar pukul 15.30 Wita, yang menewaskan seorang pengurus ponpes yakni Suryanto Abdullah alias Firdaus.
Sejauh ini, polri baru menetapkan lima tersangka tindak pidana terorisme terkait ledakan bom rakitan di Ponpes UBK Bima itu, masing-masing Ustadz Abrori, Rahmat Ibnu Umar (36) swasta asal Desa Talabiu, Kecamatan Woha, Kabupaten Bima, Rahmat Hidayat (22) swasta asal Desa O?o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu, dan Mustakim Abdullah (17) berstatus pelajar asal Desa O'o, Kecamatan Dompu, Kabupaten Dompu.
Selain Abrori dan empat orang rekannya, penyidik Polda NTB juga menjerat Sa'ban Arahman (18), tersangka pembunuh anggota polisi di Polsek Bolo, Kabupaten Bima, 30 Juni lalu, dengan UU Terorisme.
Sa'ban teridentifikasi membunuh anggota Polsek Bolo Brigadir Rohkman Saefuddin, dengan cara mendatangi Markas Polsek Bolo berpura-pura hendak memberikan laporan, kemudian melakukan penikaman ketika anggota polisi itu lengah.
Dengan demikian, ada enam orang yang menjadi tersangka tindak pidana terorisme dan kini tengah menjalani pemeriksaan intensif di Mapolda NTB. Keenam tersangka itu dijerat pasal pasal 6, 7, 9 dan 13 Undang Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.