Kamis 11 Aug 2011 21:15 WIB

Paska Kerusuhan London, Cina Pertanyakan Keamanan Olimpiade 2012

REPUBLIKA.CO.ID,BEIJING--Media negara Cina mempertanyakan kemampuan polisi London menjaga ketertiban umum pada Olimpiade 2012 sesudah Inggris dilanda kerusuhan terburuk dalam satu dasawarsa. Lebih dari 1,100 orang ditangkap sejak kekerasan meledak pada Sabtu di daerah Tottenham di London utara dan menyebar ke sejumlah kota lain Inggris, yang menewaskan tiga orang.

"Dalam kurang dari satu tahun, London akan menyelenggarakan Olimpiade, tapi mampukah masyarakat Inggris memelihara ketenangan dan mampukah kepolisian Inggris mempertahankan ketertiban umum?" kata laman Radio Nasional Cina kelolaan negara itu.

Laman berita di bawah Dewan Negara Cina, atau kabinet, mengambil garis sama, dengan menyatakan polisi kini menghadapi tekanan tambahan kerusuhan warga di atas ancaman tradisional, seperti terorisme. "Meskipun pejabat, seperti, wali kota London Boris Johnson, masih mengungkapkan kepercayaan pada keamanan Olimpiade sesudah kerusuhan itu, banyak unsur tidak menguntungkan menyulitkan orang tenang," kata www.china.com.cn.

Beijing menjadi tuan rumah Olimpiade pertama Cina pada 2008, mengesankan dunia dengan sarana bagus dan penyelenggaraan mulus. Tapi, ada juga kecaman Barat atas penghancuran lingkungan tradisional kota itu dan penumpasan besar kebebasan berbicara menjelang pesta olah raga tersebut.

Kantor berita Xinhua menyatakan kekerasan di London itu, yang meledak dua hari setelah polisi menembak mati seorang pria, mengungkapkan "kejiwaan mengkhawatirkan masyarakat" sesudah penurunan ekonomi dunia. "Mengingat penderitaan menyakitkan ekonomi dan ketidakhadiran jalan keluar dari masalah itu, pengotakan besar warga, terutama kaum muda, memicu kekecewaan, membuat mereka hanya sepercik dari menjadi pengacau," katanya dalam sepotong tanggapan.

Cina tidak asing dengan kerusuhan umum, mengalami ribuan kali setiap tahun. Setidak-tidaknya, 13 orang tewas di wilayah bergolak barat laut, Xinjiang, pada akhir Juli, dalam dua serangan terpisah dipicu anggota suku kecil Uighur.

Koran "Global Times" menggunakan kerusuhan itu untuk menggali media Inggris, menuduh mereka berpedoman ganda. "Tidak ada lembaga hak asasi manusia mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang keadaan warga London utara," katanya dalam tajuknya menyinggung kecaman negara Barat terhadap Cina.

Kelompok pegiat secara teratur meningkatkan keprihatinan tentang cara Cina menangani kerusuhan dalam negeri dan pada masa lalu menuduh yang berwenang melakukan kekerasan terhadap pengunjuk rasa atau tersangka serta tidak menghormati hukum. Beijing membantah tuduhan itu.

Pada tahun lalu, Human Rights Watch, yang berpusat di New York, menyatakan pasukan keamanan Cina secara kejam memukul dan bahkan menembak mati beberapa pengunjuk rasa dalam kerusuhan di Tibet pada 2008, mendasarkan temuannya pada wawancara dengan lebih dari 200 saksi.

Amnesti Internasional juga menuduh pasukan keamanan Cina menggunakan kekuatan secara berlebihan, penangkapan besar-besaran, menghilangkan paksa, menyiksa dan memperlakukan buruk tahanan dalam penumpasan sesudah kerusuhan 2009 di ibukota Xinjiang, Urumqi.

Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad pada Rabu mengecam yang disebutnya penindasan biadab oleh polisi Inggris atas pemuda mengamuk, kata laman televisi pemerintah. "Perlakuan biadab atas rakyat itu betul-betul tidak bisa diterima dan negarawan Inggris harus mendengar suara rakyat dan memberi mereka kebebasan," kata Ahmadinejad.

Duta besar Suriah di Perserikatan Bangsa-Bangsa Bashar Jaafari pada Rabu membandingkan kerusuhan di negaranya dengan kerusuhan di Inggris. Jaafari mengecam kecongkakan dan kemunafikan Barat, yang menerima penggambaran Perdana Menteri Inggris David Cameron tentang perusuh sebagai "anggota gerombolan" dan mengecam Suriah ketika negara Teluk tersebut menggunakan kata serupa buat pengecam Bashar.

sumber : antara/AFP
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement