REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua DPP PKS, Aboebakar Alhabsyi menilai reshuffle yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak konsisten. Hal ini dapat dilihat dari pergeseran sejumlah nama menteri dari jabatannya dan dipindahkan ke jabatan lain.
"Bila memang diperuntukkan untuk meningkatkan performance mengapa beberapa menteri hanya bergeser kursi saja. Misalkan dari menteri pariwisata ke ESDM atau dari menteri perdagangan ke pariwisata, lantas apakah orang-orang ini memang memiliki double side kapabilitas profesionalisme," katanya kepada Republika, Rabu (19/10).
Menurutnya, sejarah telah mencatat tindakan presiden yang telah menyalahi kontrak politik yang dibuatnya sendiri. Hal tersebut menjadi preseden tidak baik dalam etika perpolitikan di Indonesia. PKS, lanjutnya, masih tetap menjalankan kontrak politik dengan penuh integritas. Bahkan hingga pukul 20.10 WIB kemarin sebelum pengumuman perombakan kabinet oleh Presiden SBY, PKS masih memegang integritas tersebut.
"Bila lantas kontrak tersebut dilanggar SBY, secara etis PKS sudah tidak lagi terikat dengan kontrak tersebut. Meskipun dalam pidatonya SBY menekankan bahwa kontrak politik masih berlaku, namun konten pidato itu sendiri telah menyalahi kepakatan bersama yang dibuat," katanya.
Kalau ada fungsionaris Partai Demokrat yang menekankan agar PKS harus legowo dengan keputusan SBY, dirinya justru tidak bisa memahami hal tersebut. "Bagaimana sebenarnya mereka memannai kontrak politik itu sendiri. Kok sepertinya PKS yang salah ketika mengingatkan isi kontrak politik," ujarnya mengingatkan.
Padahal, lanjut anggota Komisi III ini, PKS hanya ingin konsisten atas janji yang telah dibuat. Bila dalam konstruksi hukum kontrak berlaku seperti undang-undang bagi kedua belah pihak, dalam Islam kita diwajibkan untuk memenuhi akad yang telah dibuat. "Lantas pada kontrak politik ini sebenarnya dimaknai seperti apa sih?" tanyanya.