REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus berhati-hati menyikapi pemberian uang oleh PT Freeport ke anggota Polri. Hal tersebut lantaran KPK tidak ingin kejadian pada kasus 'cicak-buaya' terulang kembali.
"Jangan sampai hantam menghantam sesama pihak penegak hukum. Pengalaman cicak dan buaya itu juga tidak bagus. Alangkah baiknya kita tangkap ikannya tapi tidak keruh airnya," kata Wakil Ketua KPK, M Jasin, di kantornya, Kamis (3/11).
Menurut Jasin, KPK tidak bisa langsung menyimpulkan apakah uang yang diterima lembaga penegak hukum itu termasuk dalam gratifikasi yang berpotensi menjadi korupsi. Oleh karena itu, KPK lebih memilih berkoordinasi dengan Polri ketimbang langsung menyatakan ada unsur tindak pidana suap atau tidak.
Selain itu, KPK juga menunggu hasil audit BPK terkait uang saku yang diterima Kepolisian dari PT Freeport sebagai dana keamanan di Papua. "Kalau misalnya lembaga audit masuk dulu itu bagus. Menginformasikan ke penegak hukum apa hasilnya. Ini kan masalahnya sudah berlalu," kata Jasin.
Kapolri Jendral Pol Timur Pradopo mengakui bahwa Polri menerima bantuan dari PT Freeport sebesar Rp 1,4 juta bagi setiap personil Polri yang melakukan pengamanan aset-aset perusahaan asal Amerika itu di tanah Papua.
Hal itu dijelaskan Kapolri saat ditemui wartawan usai upacara penutupan latihan bersama penanggulangan teror TNI Polri "Waspada Nusa III," tahun 2011, di Mabes TNI, Cilangkap, Jumat (28/10).
Timur mengatakan operasi di Papua adalah operasi kepolisian, dan negara sudah memberikan dukungan. Menurutnya, jika ada bantuan dari salah satu pihak yang asetnya dibantu untuk diamankan, ia menganggap hal itu adalah bagian seperti dari uang saku. "Tapi sekali lagi, itu bisa dipertanggungjawabkan akuntabilitasnya," ujarnya.