Jumat 04 Nov 2011 09:26 WIB

KPK Selamatkan Uang dan Aset Negara Dari Sektor Migas yang Terancam Hilang Rp 152 Triliun

Rep: M Hafil/ Red: Stevy Maradona
Sumur minyak
Foto: iress.web.id
Sumur minyak

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menyelematkan uang negara dari sektor migas (Minyak dan gas) sebesar Rp 152 triliun. Nilai sebesar itu merupakan potensi keuangan dan aset negara dari sektor migas yang terancam hilang akibat tidak jelasnya pendataan yang dilakukan oleh pemerintah.

“Iya KPK telah mengembalikan aset dan uang senilai Rp 152 triliun dari sektor migas kepada kas keuangan negara,” kata Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar saat dihubungi Republika, Jumat (4/11) pagi.

Haryono mengatakan, pihaknya telah melaporkan pengembalian uang itu kepada DPR RI. KPK juga melaporkan ke DPR supaya mendesak pemerintah untuk melakukan pendataan terhadap aset dan keuangan negara yang selama ini tidak ditangani secara baik.

Sebagai contoh, lanjut Haryono,  pada tahun 2008, negara melalui BP Migas  telah mengeluarkan uang untuk membeli aset-aset migas seperti alat bor, tanah, rumah, helikopter, dan mobil sebesar Rp 27 miliar dollar AS atau sekitar Rp 270 triliun. Namun, pemerintah tidak pernah mencatat aset-aset yang telah dibeli itu.

“Ini sangat berbahaya tidak ada pencatatan aset,” kata Haryono.

Menurutnya, aset-aset milik pemerintah yang tidak tercatat  itu kemudian digunakan oleh perusahaan-perusahaan migas asing.  Hal tersebut sangat berbahaya aset-aset itu sangat berpotensi besar untuk diakui milik perusahaan asing tersebut.

“Nah di sinilah letak besarnya potensi kerugian negara yang ditimbulkan karena aset-aset milik pemerintah itu sangat mudah untuk dihilangkan,” ujar Haryono.

Hingga akhirnya, KPK sudah mencatat aset-aset negara yang terancam hilang itu sebesar Rp 152 triliun. Aset-aset itu berupa fisik seperti helikopter, tanah, rumah, mobil, dan lain-lain. KPK, kata Haryono, terus mendesak pemerintah untuk mendata dan mencatat aset-aset pada sektor migas.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement