REPUBLIKA.CO.ID, PALESTINA - Pakar Geografi dari Komunitas Studi Arab di Yerusalem, Khalil al-Tafakji mengatakan bahwa rencana pembangunan 60 ribu untuk pemukiman Yahudi pada 20 tahun mendatang di wilayah Palestina, diklaim dapat mengubah demografi kota tersebut.
Dalam wawancaranya dengan koran 'Sawt Falastin' Selasa (8/11), ia mengatakan bahwa merujuk pada rencana pembangunan pemukiman Israel pada 2030 mendatang, eksistensi Palestina di Yerusalem akan turun drastis hingga 12 persen.
Sebaliknya, eksistensi Yahudi akan meningkat tajam yakni sekitar 80 persen. Itu artinya konsep membagi Yerusalem di antara dua negara (Palestina dan Israel), merupakan hal yang mustahil.
Ia menambahkan, bahwa rencana pembangunan tersebut akan membuat semua wilayah di Yerusalem dipenuhi pemukiman Yahudi. Pembangunan pemukiman oleh rezim Zionis Israel tersebut dilakukan usai pencaplokan sebagian wilayah Palestina pada 1967, yang mengharuskan beberapa tetangga di Arab mengubah peta demografi di wilayah tersebut.
Ia juga menegaskan bahwa rencana pembangunan tersebut mengandung dua pesan. Pertama, adalah bahwa orang-orang Arab, Palestina dan Muslim, harus mengatakan bahwa Yerusalem adalah ibukota sebuah bangsa atau satu negara yakni 'negara Yahudi.'
Sedangkan pesan kedua dialamatkan untuk masyarakat internasional dengan mengatakan bahwa Yerusalem adalah ibukota untuk semua orang Yahudi di dunia dan bahwa bangunan di Yerusalem adalah sama seperti bangunan yang ada di Tel Aviv.
Dia lebih jauh menjelaskan bahwa puluhan ribu unit perumahan merupakan bagian dari rencana 2020 yang disiapkan pada tahun 1994, rencana tersebut kini telah ditingkatkan guna menyesuaikan rencana pembangunan 2030 mendatang.
Sebelumnya Maariv menerbitkan sebuah laporan Minggu terakhir tentang rencana Zionis untuk membangun 60 ribu unit permukiman di Yerusalem.