REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jika Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset Tipikor disahkan oleh DPR, maka banyak aset yang diduga hasil kejahatan masa lalu bisa dirampas. Termasuk harta kekayaan almarhum mantan presiden Soeharto.
Ketua Tim Penyusun RUU Perampasan Aset, Yunus Husein, mengungkapkan Undang-Undang ini akan berlaku surut. Sehingga, semua aset hasil tindak pidana masa lalu atau aset yang berindikasi tindak pidana akan dapat dirampas.
"Ya termasuk mantan presiden Soeharto. Kalau gak begitu, harta Soeharto tidak bisa dikejar," ujar Yunus usai berbicara pada seminar nasional Rezim Perampasan Aset untuk Mendukung Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, di Jakarta, Senin (28/11).
Perburuan terhadap harta kekayaan mantan presiden Soeharto terhenti setelah jendral besar itu wafat pada 27 Januari 2008 lalu. Kejaksaan Agung ketika itu hendak memeriksa kekayaan Soeharto yang dinilai berkisar 15 Miliar Dollar AS. Kekayaan yang tersebar di berbagai perusahaan dan yayasan tersebut diduga dikumpulkan oleh Soeharto saat dia berkuasa selama tiga puluh dua tahun.
Yunus menjelaskan RUU Perampasan Aset mengatur tidak hanya merampas aset terpidana korupsi yang memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi, untuk aset yang masih berindikasi pidana pun dapat dilakukan perampasan yang disebut dengan unexplained wealth. Sehingga, meski penyidikan mantan presiden Soeharto belum sampai ke persidangan, asetnya bisa disita. "Karena kita fokus kepada perampasan aset. Bukan kepada pidananya," ujarnya.
Yunus menambahkan tidak hanya aset hasil tindak pidana korupsi yang dapat disita. Tindak pidana lain pun akan dilakukan perampasan. Aset tersebut memiliki predikat sebagai hasil tindak pidana sejauh ada Undang-Undang yang menjerat tindak pidana. Hal tersebut berdasarkan pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni 'tiada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) sebelum ada undang-undang yang mengatur tentang suatu perbuatan tersebut (asas legalitas)' .