Kamis 01 Dec 2011 09:33 WIB

RUU Perampasan Aset Kurang Populer

Rep: Mansyur Faqih/ Red: Chairul Akhmad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi III DPR-RI dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Ahmad Yani, mengaku tidak setuju dengan usulan pembuatan undang-undang perampasan aset.

"Itu masih usulan. Tapi itu tidak bisa sewenang-wenang. Harus koridor pengadilan. Walaupun dalam konteks penyitaan," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/11).

Menurutnya, harus ada penjelasan mengenai perampasan aset seperti apa yang akan masuk dalam pembahasan. Apalagi saat ini sudah ada aturan hukum yang juga mengatur mengenai penyitaan di dalam hukum pidana.

Makanya, ia lebih memilih untuk memperkuat aturan yang sudah lama ketimbang membuat undang-undang yang baru. Dengan begitu, diharapkan ada integrasi penegakan hukum yang berjalan.

Ia pun mengatakan kalau masalah korupsi di Indonesia berjalan lambat bukan karena aturan undang-undang. Melainkan ketidakmampuan dan ketidakmauan dari penegak hukum itu sendiri. "Kita sering melanggar rambu-rambu yang ada. Aturannya sudah ada. Makanya, jangan karena ketidakmauan dan ketidakmampuan penegak hukum, kita malah membuat undang-undang baru," cetus dia. 

Saat ini, lanjut Yani, bukan undang-undang baru yang diperlukan. Namun, pemberantasan korupsi yang masih berjalan keliru. "Pemberantasan korupsi masih seperti proses 'reality show'. Seperti KPK yang mengumumkan indeks persepsi korupsi, itu tidak boleh. Harusnya itu dilakukan LSM. Instrumen penegak hukum negara tak boleh berperilaku seperti LSM," ungkapnya.

Sementara itu, anggota Komisi XI, Arif Budimanta, mengaku belum tahu mengenai adanya usulan RUU tersebut. "Saya baru dengar, belum pernah dibahas dalam prolegnas (program legislasi nasional)," kata dia.

Hal senada diungkapkan Wakil Sekretaris Fraksi PDI Perjuangan, Eva K Sundari. "Saya tidak tahu ada usulan mengenai hal ini. saya cek ke Baleg (badan legislasi) pun mereka sama tidak tahunya dengan saya," papar Eva. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement