REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Mantan Presiden Cabul Israel, Moshe Katsav, Rabu (7/12), mulai menjalani tujuh tahun hukuman penjara setelah terbukti bersalah melakukan pemerkosaan dan kejahatan seksual lainnya.
Mantan kepala negara yang memasuki usia 66 tahun pada Senin (5/12) lalu itu, memasuki Penjara Ma'asiyahu dekat Tel Aviv sekitar pukul 10.00 waktu setempat.
Pada Desember 2010, Katsav divonis bersalah melakukan pemerkosaan, pelecehan seksual, dan tindakan asusila dalam sebuah persidangan yang berjalan selama 18 bulan. Sang mantan presiden juga dicap sebagai predator seks yang kerap melecehkan staf perempuannya.
Katsav kemudian mengajukan banding atas vonis yang menimpanya. Namun, bulan lalu Mahkamah Agung Israel menolak banding tersebut dan memerintahkan Katsav memulai hukuman penjaranya pada 7 Desember.
Saat meninggalkan rumahnya di Kiryat Malachi, selatan Tel Aviv, Katsav berulangkali menyatakan diri tidak bersalah. "Hari ini, negara Israel merenggut paksa seorang pria untuk dieksekusi hanya berdasarkan anggapan-anggapan tanpa bukti," teriaknya kepada wartawan yang mengerubunginya.
"Suatu hari kebenaran akan terungkap," kata dia. "Negara tengah memenjara seorang kakek, seorang mantan presiden. Saya tidak pernah menyakiti siapa pun, saya menghormati semua orang. Israel mengubur orang hidup-hidup," tandasnya.
Katsav adalah kepala negara pertama Israel yang dikirim ke penjara. Tahun lalu, ia divonis karena memperkosa seorang wanita—yang hanya diidentifikasi sebagai "A"—saat menjabat sebagai Menteri Pariwisata. Katsav juga divonis bersalah memperkosa dan melecehkan dua wanita lain ketika menjadi presiden.
Ketika tuduhan-tuduhan perkosaan tersebut mencuat, Katsav dipaksa mundur dari jabatannya sebagai kepala negara pada 2007, dan menyerahkan kekuasaan kepada mantan rivalnya, Shimon Peres.
Awalnya, Katsav mau menerima tawaran untuk mengakui tuduhan yang menimpanya dan membayar agar hukumannya lebih ringan. Namun, ia kemudian berubah pikiran dan mengatakan ingin membersihkan namanya di pengadilan.
Selama persidangan, Katsav membantah segala dakwaan dan mengklaim dirinya sebagai korban "hukuman mati tanpa pengadilan" oleh jaksa dan media. Ia juga menuduh para korban mencoba memerasnya.