REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ketua Setara Institute, Hendardi, mengatakan, tim investigasi Mesuji yang dibentuk pemerintah mengambil alih tugas Komnas HAM yang diberi amanat undang-undang untuk menyelidiki kasus pelanggaran HAM.
Menurut Hendardi, berlebihan bila harus membentuk tim-tim investigasi kasus HAM sementara di Indonesia telah memiliki Komnas HAM yang diberi amanat undang-undang. Lembaga itu pun, ujarnya, merupakan lembaga negara untuk menyelidiki dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM.
"Tidak perlu dibentuk tim-tim lagi, Komnas HAM sendiri adalah suatu institusi negara yang ditugaskan oleh undang-undang, diamanatkan untuk menyelidiki berbagai peristiwa pelanggaran hak asasi manusia karena itu, persilakan Komnas HAM bekerja itu ada mekanismenya," katanya di Jakarta, Senin (19/12).
Ia menegaskan, dalam masalah ini Komnas HAM yang seharusnya langsung turun ke lapangan membentuk tim tanpa perlu ada perintah dari Presiden atau Pemerintah.
Ia mengingatkan, Komnas HAM merupakan institusi yang dibentuk undang-undang, sehingga bukan berada di bawah kendali Presiden dalam melakukan tugasnya. Komnas HAM, imbuhnya, juga bukan 'sub-ordinat' dari tim bentukan pemerintah.
"Saya kira Komnas HAM diminta atau tidak diminta tidak menjadi sub ordinat dari tim ini, dia harus memutuskan membentuk tim penyelidikan atau tidak tim penyelidikan sesuai dengan prosedur undang-undang. Saya kira kalau saya jadi Ifdhal Kasim (Ketua Komnas HAM) saya keluar dari tim itu, sebab ini urusan komnas HAM," katanya.
Menurut dia, pembentukan tim yang akan diketuai oleh Kementerian Hukum dan HAM itu hanya menghambur-hamburkan uang negara saja.
Sebelumnya, Pemerintah membentuk tim investigasi kasus Mesuji. Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana ditunjuk sebagai ketua tim dalam penyelidikan dugaan pelanggaran HAM di Mesuji Lampung dan Sumatera Selatan. Tim ini melibatkan berbagai pihak di antaranya Komnas HAM.