REPUBLIKA.CO.ID, Warga yang tinggal di Jalur Gaza, Palestina, geram karena pengiriman uang secara elektronik dari luar negeri dibatasi, walau pun menggunakan tempat pertukaran uang swasta. Hal ini dialami oleh seorang pelajar asal Jalur Gaza, Yousef Mohammed. Dia biasa mendapat kiriman uang dari ayahnya yang tinggal di Norwegia, lewat Western Union.
Perusahaan jasa pengiriman uang yang berpusat di Amerika Serikat itu tiba-tiba memutuskan untuk berhenti berurusan dengan kantor swasta atau tempat pertukaran uang di Jalur Gaza yang dikuasai oleh HAMAS. Western Union mengatur pengiriman uang ke kantong permukiman penduduk di daerah pantai. "Sekarang saya tidak bisa lagi menerima uang untuk menutupi kebutuhan dan biaya hidup sehari-hari," kata Yousef yang dikutip kantor berita China, Xinhua, dan dilansir oleh Antara, Rabu (11/1).
Pengiriman uang masih bisa dilakukan melalui bank. Oleh karena itu, Yousef bisa mendapatkan uang dari ayahnya melalui bank, daripada di tempat pertukaran uang swasta di Jalur Gaza.
Satu sumber resmi dari Bank Perumahan untuk Perdagangan dan Keuangan mengatakan, bank itu tiba-tiba menarik semua lisensi dari cabang dan tempat pertukaran uang di Jalur Gaza atas transfer uang secara elektronik. "Yang membuat keputusan tersebut adalah Western Union, bukan bank. Tujuannya adalah untuk memaksa pembatasan lebih dalam lagi pada proses transfer uang secara elektronik dari dan ke Jalur Gaza," kata sumber itu.
Lebih lanjut, sumber tersebut mengatakan bahwa tujuan keputusan tiba-tiba itu adalah untuk memerangi praktik pencucian uang, selain bahwa Western Union menghindari proses yang mungkin terjadi setelah transfer itu dicairkan. Penduduk Jalur Gaza biasanya mengandalkan tempat pertukaran uang itu untuk menerima uang dengan cepat dan menghindari prosedur berbelit yang diajukan bank lokal.