REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mempermasalahkan mengenai izin presiden untuk pemeriksaan kepala daerah yang terindikasi korupsi dan hanya meminta pemberitahuan.
"Yang saya perlu bukan izin namun pemberitahuan," kata Presiden Yudhoyono dalam sambutannya saat membuka dialog dengan para penggiat antikorupsi di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/1).
Menurut Presiden, pemberitahuan diperlukan agar jika terjadi penahanan pejabat daerah maka pemerintah tetap dapat mengambil keputusan mengenai pejabat pelaksana untuk menggantikan pejabat terkait sehingga pemerintahan tidak terhenti.
Kepala Negara kemudian mencontohkan mengenai penahanan bersamaan seorang walikota dan wakilnya beberapa waktu lalu. Presiden mengatakan selama tujuh tahun menjabat telah memberikan izin pemeriksaan sebanyak 168 kasus untuk ditindaklanjuti Kejaksaan atau Kepolisian.
Bahkan, lanjut dia, jika surat pengajuan pemeriksaan tidak sampai ke meja Presiden pun dalam jangka waktu dua bulan pemeriksaan pejabat daerah telah bisa dilakukan sementara untuk anggota parlemen selama satu bulan.
Dalam dialog tersebut sejumlah penggiat antikorupsi menyampaikan bahwa Pasal 36 UU No.12/2008 tentang Pemerintahan Daerah mengenai perlunya izin presiden untuk pemeriksaan pemerintah daerah yang terindikasi korupsi sebagai kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi.
Dalam dialog yang berlangsung tertutup dari liputan media itu Presiden mendengarkan paparan dan memberikan tanggapan kepada aktivis anti korupsi. Dialog itu dihadiri 40 orang penggiat antikorupsi yang mewakili 36 lembaga swadaya masyarakat antikorupsi. Sekitar 25 orang berasal dari Jakarta dan sisanya berasal dari sejumlah daerah antara lain Papua, Semarang, Kupang dan Mataram.
Mereka yang memberi paparan adalah Sekretaris Jenderal Tranparansi Internasional Indonesia (TII) Teten Masduki, Program Manager Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) Maryati, dan perwakilan Pokja 30 Samarinda Carolus Tuah.
Hadir dalam dialog tersebut beberapa menteri Kabinet Indonesia Bersatu II antara lain Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo, dan Jaksa Agung Basrief Arief.