REPUBLIKA.CO.ID,EBUMEN -– Kawasan pesisir selatan Kabupaten Kebumen, kembali memanas. Hal ini menyusul akan dimulainya proyek penambangan pasir besi di daerah yang disebut kawasan Urutsewu.
Sejak beberapa waktu terakhir, warga pun memasang puluhan spanduk di sepanjang jalur lingkar selatan-selatan (JLSS) wilayah Kabupaten Kebumen, yang berisi pernyataan sikap warga tentang penolakan rencana penambangan pasir besi tersebut.
Ketua Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen, Teguh Purnomo, menyatakan, sikap warga memang sudah sejak awal menolak rencana penambangan. Penolakan warga, terutama dilatarbelakangi masalah sengketa lahan yang masih belum selesai di kawasan itu.
''Seperti diketahui, dalam masalah kepemilikan lahan di kawasan itu, masih ada sengketa antara warga dan TNI. Karena itu, banyak warga menolak ketika lahan di kawasan pesisir tersebut dijadikan kawasan penambangan pasir besi,'' jelas Teguh, Kamis (16/2).
Dia menyebutkan, saat ini potensi konflik kembali meningkat, karena banyak spanduk-spanduk yang berisi penolakan terhadap aktivitas penambangan pasir besi tersebut, dicopot dan dirusak oleh orang-orang tidak dikenal. Terutama sejumlah spanduk yang dibentangkan di dua desa yakni Mirit dan Ambal.
Teguh menilai, pencopotan dan perusakan spanduk berisi penolakan tambang besi tersebut, merupakan bentuk provokasi terhadap warga. ''Saya takut, situasi kembali memanas setelah spanduk warga banyak yang dirusak orang tak dikenal,'' katanya.
Dia menyebutkan, sengketa kepemilikan lahan di kawasan pesisir Kabupeten Kebumen ini, sebenarnya sudah berlangsung sangat lama. Kawasan Urut Sewu dengan bentang pesisir mencapai 22,5 hektare, selama ini sudah digunakan oleh TNI-AD untuk menggelar berbagai macam latihan militer. Pihak TNI mengklaim kawasan tersebut, sebagai kawasan yang dimiliki TNI.
Sementara pihak warga, menyatakan lahan tersebut adalah milik mereka. Bahkan banyak diantara mereka yang sudah memiliki bukti kepemilikan lahan di kawasan tersebut, baik yang sudah dalam bentuk sertifikat maupun letter C. Sengketa ini yang memicu terjadinya benturan antara warga dan anggota TNI pada April 2011 silam.
Menurut Teguh, situasi saat ini kembali memanas, karena belakangan ada investor yang hendak melakukan penambangan pasir besi di kawasan itu. Kehadiran investor tersebut, juga telah mendapat ijin dari pihak TNI yang mengklaim sebagai pemilik lahan dan juga Pemkab Kebumen. ''Persoalan inilah yang kini memanaskan kembali situasi di kawasan Urutsewu,'' jelasnya.
Koordinator Forum Masyarakat Mirit Selatan, Bagus Wirawan mengatakan, warga menolak penambangan pasir besi karena dua alasan. Pertama, karana masalah kepemilikan lahan yang belum jelas, dan juga masalah lingkungan.
''Penambangan pasir besi dikhawatirkan akan enyebabkan intrusi air laut. Kalau ini terjadi, sumur-sumur warga yang tidak jauh dari kawasan pantai,'' katanya.