Selasa 28 Feb 2012 14:06 WIB

Hakim Kasus Syarifudin Dinilai Konservatif

Rep: A.Syalaby Ichsan/ Red: Hafidz Muftisany
Hakim PN Pusat non aktif Syarifuddin
Foto: antara
Hakim PN Pusat non aktif Syarifuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim yang memvonis mantan hakim perdata Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Syarifudin Umar, dinilai konservatif. Pakar pencucian uang, Yenti Garnasih, mengungkapkan seharusnya majelis hakim bisa menerapkan pembuktian terbalik untuk terdakwa ketika sidang berdasarkan petunjuk ahli. Sehingga, hakim tidak hanya mengacu kepada hukum acara.

"Sangat sangat konservatif. Dalam praktiknya pengetahuan mereka tidak mengetahui tuntutan jaman,"ungkap Yenti, Selasa (28/2).  Menurutnya,  Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi pun mengatur agar mengembalikan beban pembuktian bahkan sejak tahap penyidikan. Sehingga, UU Tipikor sebenarnya menyiratkan hal yang sama dengan semangat pembuktian terbalik pada Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang No.8 Tahun 2010.

Yenti menjelaskan UU PPTPPU pun sudah mengamanatkan kalau hakim bisa memerintahkan terdakwa di persidangan untuk membuktikan harta kekayaannya memang didapatkan dengan jalan yang sah menurut hukum (pembuktian terbalik). Akan tetapi, ungkapnya, majelis hakim Tipikor masih berpendapat diperlukan adanya petunjuk teknis dari Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. "Sementara di hukum acara tidak ada,"ujarnya.

Padahal, Yenti yang juga diundang sebagai ahli pada sidang Syarifudin Umar sudah mengungkapkan seharusnya majelis hakim bisa menggunakan keterangannya sebagai ahli untuk pembuktian terbalik. Akan tetapi, tuturnya, hakim ternyata mengabaikan keterangannya dan tetap bertahan dengan KUHAP yang sudah berusia berabad-abad.

Selain itu, Yenti menyayangkan sikap majelis hakim yang tidak menjadikan putusan terdakwa pencucian uang, Bahasyim, sebagai dasar hukum atau yurisprudensi. Padahal, ujarnya, putusan perkara pencucian uang senilai Rp 73 Miliar itu merupakan putusan pertama di Indonesia yang  menggunakan pembuktian terbalik.

Yenti pun menganggap putusan majelis hakim Tipikor sebagai bentuk solidaritas antar hakim. Buktinya, hakim memvonis pidana empat tahun yang jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni pidana selama duapuluh tahun.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement