Rabu 07 Mar 2012 16:27 WIB

Ajib Hamdani Gerogoti Uang Negara Rp 6,3 Miliar

Rep: Bilal Ramadhan/ Red: Didi Purwadi
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Saud Usman Nasution.
Foto: Antara/Reno Esnir
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol. Saud Usman Nasution.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri tengah melakukan penyelidikan terkait seorang pegawai Direktorat Jenderal Pajak yang terindikasi melakukan tindak korupsi. Pegawai pajak bernama Ajib Hamdani itu menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 6,3 miliar.

"Kerugian negara sementara akibat kesalahan individual AH diperkirakan sekitar Rp 6,3 miliar dan masih kemungkinan untuk bertambah," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Polisi Saud Usman Nasution, dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (7/3).

Saud meralat nama inisial pegawai pajak yang sedang dilakukan penyelidikan dengan inisial AH tersebut. Saat ditanya pegawai pajak itu dengan nama Ajib Hamdani, ia mengiyakannya. Saat jumpa pers pada Selasa (6/3), ia mengatakan pegawai pajak itu berinisial AR.

Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Keuangan, Sonny Loho, melaporkan Ajib Hamdani kepada Kepala Polri, Jenderal Polisi Timur Pradopo, pada 15 Oktober 2011. Ajib Hamidan dilaporkan dengan dugaan melakukan penyalahgunaan kewenangan dalam melakukan kesalahan penilaian individu terhadap dua perusahaan yang menjadi wajib pajak yaitu PT SKJ dan PT KGS.

Akibat kesalahan yang dilakukan Ajib Hamdani, negara dirugikan sekitar Rp 6,3 miliar. Penyidik Direktorat Tipikor Bareskrim Polri belum dapat memeriksa dokumen keuangan untuk menjerat Ajib Hamdani sebagai tersangka kasus korupsi.

"Kita sudah periksa 10 orang saksi, terdiri dari delapan orang dari Ditjen Pajak dan dua orang dari masing-masing perusahaan WP. Pemeriksaan AH ini akan dilaksanakan setelah ada ijin dari Menkeu (Menteri Keuangan)," tegasnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement