REPUBLIKA.CO.ID, CAKUNG -- Kasus mengenai pencabutan SK Pembebasan Syarat (PB) kepada terpidana korupsi kembali disidangkan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rabu (14/3). Sidang kali ini, pihak tergugat Kemenhum HAM menghadirkan saksi fakta yakni, Ambeg Paramarta, Kepala Kantor Wilayah Sulawesi Utara.
Dalam pengungkapan faktanya, Ambeg menyatakan sebelum dibuat Surat Keputusan Pembatalan PB, ada proses rapat yang diselenggarakan. Rapat tersebut diadakan lebih dari tiga kali. "Namun pak menteri hanya hadir satu kali," ujarnya. Selebihnya, wakil menteri yang memimpin rapat.
Substansi yang dibahas dalam rapat mengenai konsep perumusan pencabutan surat PB tersebut. Rapat dihadiri oleh beberapa elemen, namun Ambeg mengatakan tidak bisa mengingat semua orang yang hadir, yang jelas dari Dirjen Pemasyarakatan turut hadir.
Ambeg juga mengatakan, pada saat itu ada ratusan SK PB yang dikeluarkan untuk narapaidana, dan diantaranya 15 narapidana korupsi. SK Pembatalan PB tersebut dikeluarkan pada 16 November 2011 untuk ke semua narapidana koruptor.
Tetap Ambeg mengungkapkan, bahwa dia tidak menyaksikan saat penandatanganan Surat Keputusan Pembatalan PB tersebut. Menurutnya, sebelumnya pun tidak pernah terjadi kasus pembatalan PB seperti ini.
Terpidana korupsi yang disidangkan pada hari ini, yakni Arthur Palupessy, terpidana korupsi pengadaan PLN, dan dua orang lainnya, yakni Muhammad Taufik dan Wawan Hermawan. Sebelum kasus gugatan ketiga narapidana tersebut, ada tujuh narapidana lain yang juga menggugat hal serupa. Namun akhirnya kasus dimenangkan oleh para narapidana karena pengeluaran pembatalan SK PB tersebut tidak ada dasar hukum yang mengaturnya.