Sabtu 17 Mar 2012 12:13 WIB

Menanti Pembubaran 20 Wakil Menteri

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Djibril Muhammad
Para wakil menteri
Foto: Antara
Para wakil menteri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pemohon uji materi (judicial review) Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2008 Pasal 10 tentang Kementerian Negara, yaitu Adi Warman yakin gugatannya akan dikabulkan Mahkamah Konstitusi (MK).

Adi menilai keberadaan wakil menteri (wamen) bertentangan dengan konstitusi karena itu sudah selayaknya MK membubarkannya.  Apalagi dasar pembentukan wamen tidak terdapat dalam batang tubuh Pasal 10, melainkan dalam penjelasannya sehingga tidak bisa dijadikan cantolan hukum.

"Insya Allah dikabulkan dan konsekuensi hukumnya 20 wamen harus bubar," kata ketua Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi Pusat tersebut kepada Republika, Sabtu (17/3).

Menurut Adi, banyak kerugian akibat diadakannya posisi wamen. Selain melanggar hukum, juga merugikan keuangan negara sebab pemerintah harus mengeluarkan anggaran Rp 1,8 triliun untuk menggaji dan menyediakan fasilitas bagi mereka hingga 2014.

Mengacu legal standing (kedudukan hukum) yang dimilikinya sangat kuat, Adi menyebut sangat jelas wamen diadakan hanya untuk mengakomodasi kekuasaan. Karena itu, daripada duitnya dihambur-hamburkan untuk hal yang tidak jelas lebih baik dialihkan guna menutupi biaya subsidi bahan bakar minyak (BBM).

"Putusan MK belum ada kabar. Tapi yang pasti dalam bulan ini sebelum BBM naik," kata Adi.

Direktur Litigasi Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, Mualimin Abdi, mengaku belum mendapat kabar kapan putusan tentang wamen dibacakan oleh sembilan hakim konstitusi. Karena itu, pihaknya menunggu saja apakah gugatan pemohon dikabulkan atau ditolak.

Apalagi perwakilan pemerintah sudah mendatangkan enam saksi ahli dan keterangan dari Menkumham Amir Syamsuddin dan Menpan) Azwar Abubakar dalam pembacaan alasan dibentuknya wamen. Yang pasti, pihaknya dalam posisi menjalankan keputusan MK, yang sifatnya mengikat dan final. "Banyak yang bertanya kepada saya kapan putusan ini dibacakan. Tapi, lebih baik ditunggu saja," kata Mualimin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement