REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang digunakan sebagai bagian dari aturan hukum Indonesia dianggap sudah usang. Pasalnya, aturan hukum tersebut merupakan produk pemerintah kolonial Belanda saat menjajah Indonesia.
“Ya memang sebenarnya gak sesuai lagi dengan perkembangan zaman saat ini,” kata Direktur Jenderal Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM Wahiduddin Adam saat dihubungi Republika, Selasa (20/3).
Wahiduddin mengatakan, pihaknya memang sudah memiliki draft revisi KUHP dan KUHAP tersebut. Bahkan, draft revisi itu sudah diwacanakan sejak tahun 1982 lalu. Namun, karena banyak pertimbangan, revisi itu tidak pernah dilakukan. Bahkan hingga saat ini.
Misalnya saja, lanjut Wahiduddin, untuk KUHP, pihaknya harus berusaha keras memperbaiki sebanyak 766 pasal yang dianggap usang. Sedangkan KUHAP, ada 280 pasal yang harus diperbaiki.
“Yang diperbaiki itu yang masih berbau hukum dengan aturan penjajahan dan yang tidak sesuai diterapkan untuk saat ini,” katanya.
Draft revisi KUHP, imbuhnya, akan segera dikirim ke DPR pada tahun ini. Untuk draft revisi KUHAP , masih belum akan diserahkan karena masih banyak yang harus dikaji. “Nah kita optimis, revisi KUHP bisa dilakukan pada tahun ini,” kata Wahiduddin.