REPUBLIKA.CO.ID, Para pemantau PBB yang tiba di Suriah menghadapi misi berbahaya karena tidak ada gencatan senjata resmi antara pasukan Presiden Bashar al-Assad dan oposisi, kata para diplomat, Sabtu.
"Tidak ada gencatan senjata begitu juga tidak ada proses politik dimulai, dan ini merupakan satu hal paling sulit bagi misi-misi PBB," kata seorang utusan senior di PBB.
Pemerintah Suriah bertanggung jawab atas keselamatan 30 pemantau militer yang tidak bersenjata yang akan dikirim dalam beberapa hari ke depan, sesuai dengan resolusi Dewan Keamanan PBB yang menyetujui misi itu.
Tetapi dengan serangan-serangan baru saat dewan menyetujui pengiriman para pemantau itu Sabtu, negara-negara Barat menyatakan keraguan mereka bahwa rencana-rencana Bashar untuk menghentikan aksi kekerasan mulai Kamis dapat dipenuhinya.
PBB sering mengirim para pemantau militer ke zona-zona konflik, mereka dikenal luas dalam misi-misi di seluruh dunia sebagai UNM0 (Pemantau militer PBB)-- "mata dan telinga Dewan Keamanan."
Sekitar enam dari tim pendahuluan dari 30 pemantau menurut rencana tiba Minggu di Damaskus. Utusan khusus PBB-Liga Arab Kofi Annan menginginkan lebih dari 250 pemantau tetapi mereka hanya bisa dikirim jika gencatan senjata berlaku.
Kelompok pertama akan berangkat dengan pesawat dari New York langsung setelah resolusi Dewan Keamanan itu disetujui. Sejumlah 25 pemantau akan berasal dari misi-misi di Timur Tengah dan Afrika "sehigga kami dapat menggerakkan segera dan mereka berpengalaman di kawasan itu," kata juru bicara departemen pemeliharaan perdamaian PBB Kieran Dwyer kepada AFP.
Setelah mendirikan satu markas di Damaskus "mereka akan segera melakukan kontak-kontak dengan pemerintah Suriah, dan pasukan keamanan mereka, dan dengan pasukan oposisi sehingga semua pihak dapat memahami penuh peran pengawasan mereka," kata Dwyer.
"Mereka segera mengunjungi kota-kota lain untuk menetapkan di mana mereka akan mendirikan pangkalan-pangkalan dan juga melakukan kontak-kontak dengan kota-kota lain."
Tim pendahuluan akan menjalin kontak setiap hari dan memantau aksi kekerasan benar-benar berhenti," kata juru bicara itu.
Para pemantau akan melapor kepada Annan dan markas besar PBB di New York agar dengan demikian Dewan Keamanan dapat memutuskan mengenai langkah-langkah ke depan misi itu.
Misi pemantauan itu hanyalah satu bagian dari rencana perdamaian enam pasal yang presiden Suriah setujui dalam perundingan dengan Annan. "Annan akan terus mengerjakan bagian-bagian lain rencana enam pasal itu." kata Dwyer.
Sebagaimana dikatakan Dewan Keamanan dan Sekjen PBB Ban Ki-moon "pemerintah Suriah dan oposisi bertanggung jawab untuk menghentikan semua bentuk aksi kekerasan dan menjamin penghentian aksi itu ditaati," tambah Dwyer.
Serangan terhadap distrik-distrik oposisi di Homs dan penembakan terhadap orang-orang yang menghadiri pemakaman di Aleppo Sabtu semakin memperkuat bahaya bagi misi itu.
Aksi kekerasan yang dimulai kembali itu menimbulkan keraguan lagi atas komitmen pemerintah untuk menghentikan aksi kekerasan," kata dubes AS untuk PBB Susan Rice kepada Dewan Keamanan PBB setelah pemungutan suara yang mengizinkan pengiriman pemantau pendahuluan.