REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Tak sedikit Muslim yang memilih untuk bekerja di Wall Street meski mereka sadar kehidupan Wall Street berbeda dengan apa yang mereka yakini.
"Pada dasarnya, Wall Street tidak mengenal agama. Wall Street hanya mengenal aliran dana, aset manajemen dan transaksi," ungkap kepala Keuangan Islam di Thomspon Reuters, Rushdi Siddiqui, seperti dikutip onislam.net, Senin (16/4).
Selama bekerja di Wall Street, Rushdi menghadapi banyak rintangan untuk mematuhi ajaran agamanya. Sebagai contoh saja, mereka tidak memiliki ruang shalat di tempat kerja. Mereka pun harus berurusan dengan bunga (riba) yang dilarang dalam Islam.
"Wall Street memiliki konsep yang disebut hukum kebutuhan," kata Rushdi. "Anda pada tahapan awal, harus mematahui hukum-hukum yang berlaku di tempat bekerja, apakah itu formal atau tidak tertulis," katanya.
Lain lagi dengan kisah, Aisha Jakaku. Mantan analis di Goldman Sachs ini juga mengaku mengalami kesulitan dalam mematuhi ajaran agamanya saat bekerja di Wall Street. Seperti misal, saat berjabat tangan ia terpaksa bersentuhan secara fisik pada setiap kliennya. "Aku merasa canggung.Ini bukanlah sesuatu yang saya ingin lakukan," kata dia.
Ali Akbar, seorang direktur RBC Capital Markets mengaku hampir sulit untuk melakukan lima shalat tepat waktu. Pria kelahiran Pakistan ini juga mengaku tidak bisa melaksanakan shalat Jum'at. "Anda tidak berkata 'saya harus pergi menghabiskan waktu dua jam di masjid'," kata dia.
Namun hal berbeda diakui Sohail Khan, Principal StormHarbour Sekuritas yang mengaku tidak kesulitan dengan kehidupan di wall Sreet. Ia bahkan merasa identitasnya sebagai muslim menjadi aset dalam negosiasi penawaran. "Anda diajak mabuk, tapi anda tidak mabuk. Maka anda akan tahu lebih dari orang lain saat besok pagi," katanya.
Sependapat dengan Khan, Akbar mengatakan menjadi muslim akan membantu seseorang untuk menjadi bankir yang baik. "Ketika saya membuat putusan untuk mengejar karir di wall Street, aku tahu akan ada masalah. Tapi aku tahu pasti bahwa Tuhan itu pemaaf," kata dia.
Lantaran memiliki permasalahan serupa, ketiga orang ini membentuk organisasi yang mewadahi muslim profesional. Organisasi ini diebut "Muppies". Tujuan dari organisasi ini adalah membantu para profesional muda yang menghadapi masalah dalam pekerjaan mereka.
"Mereka luar biasa," ungkap Iftikar A. Ahmed, konsultan keuangan di Oak Investment Company. "Mereka memberitahuku bagaimana cara mengikuti gaya hidup Amerika tanpa harus menutup-nutupi identitas sebagai muslim," katanya.