REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosok mantan Panglima Komando Pengendalian Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib), almarhum Sudomo dimata aktivis Petisi 50, A.M Fatwa memiliki sejarah sendiri. A.M Fatwa pernah ditahan atas tuduhan mengancam keamanan dan sempat diacungkan clurit usai menggugat perdata Sudomo yang saat itu menjabat Pangkopkamtib.
Namun walau demikian, A.M Fatwa mengaku tetap dekat dengan sosok Sudomo, terutama setelah ia dibebaskan dari penjara. A.M Fatwa mengatakan dimasa pensiunnya, banyak kegiatan keagamaan dan sosial yang beliau lakukan, bahkan beliau membuat majlis taklim, 'Wasilah shubuh.'
"Saya doakan semoga beliau Khusnul Khatimah," ujar Fatwa kepada ROL, Rabu (18/4) malam ketika melayat ke rumah duka.
Sosok Sudomo di mata aktivis era orde baru, termasuk Petisi 50 memang penuh kontroversi. Posisi penting Pangkopkamtib yang bertugas menjaga stabilitas negara pada saat itu memiliki peran penting dalam meredam pergolakan dan perlawanan terhadap pemerintah. Salah satu cerita kelam Fatwa adalah ketika dirinya ditangkap dan disiksa hingga gegar otak oleh anak buah kopkamtib dan koramil.
Fatwa kemudian mengguggat Sudomo atas tindakan penangkapan dan penyiksaan tersebut kepada pengadilan, dengan bukti surat darinya. Beberapa saat setelah penggugatan Fatwa tersebut, pada 1980 ia diclurit oleh orang tak dikenal di sekitar Masjid Al Azhar, Kebayoran Baru. Hingga kemudian ia terluka parah dan dilarikan di Rumah Sakit Islam dan mendapat 12 jahitan termasuk di wajahnya.
Walau hingga saat ini kasus yang ia ajukan ke pengadilan tidak tahu rimbanya, Fatwa mengatakan secara pribadi tidak pernah menyalahkan Sudomo. "Yang bersalah pada saat itu adalah anak buahnya yang meminta saya mencabut gugatan terhadap Sudomo," ungkapnya.
Ia juga tidak menyimpan dendam dengan sosok Sudomo, bahkan sejak dipenjara dan bebas ia mengaku dekat dengan almarhum.
"Saya sangat dekat dengan sudomo, bahkan saya pernah diberi mobil kijang setelah keluar dari penjara," papar Fatwa.