REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pertemuan di Kairo antara pemimpin Hamas Khaled Meshaal dan seorang pejabat gerakan Fatah tidak mencapai kemajuan mengenai pembentukan pemerintah persatuan nasional Palestina, kata seorang pejabat, Kamis.
Pertemuan dua jam pada Rabu malam itu tidak menghasilkan sesuatu yang baru, kata pejabat Palestina itu kepada AFP.
Meshaal dan wakilnya, Mussa Abu Marzuk, melakukan pembicaraan dengan pejabat senior Fatah Azzam al-Ahmed mengenai "kemungkinan memajukan proses rekonsiliasi, khususnya pemerintah persatuan nasional, namun pertemuan itu tidak menghasilkan sesuatu yang baru", kata pejabat yang tidak bersedia disebutkan namanya itu.
Pertemuan yang juga dihadiri sejumlah pejabat Mesir itu merupakan upaya menindaklanjuti kesepakatan yang dicapai di Doha pada 6 Februari antara Meshaal dan pemimpin Fatah yang juga Presiden Palestina Mahmud Abbas mengenai pembentukan pemerintah sementara yang beranggotakan kalangan independen.
Menurut kesepakatan itu, Abbas akan menjadi kepala pemerintah sementara, yang mengakhiri perselisihan sengit antara kedua pihak mengenai siapa yang akan mengemban jabatan tersebut.
Susunan pemerintah seharusnya diumumkan tak lama setelah itu, namun kesepakatan tersebut ditentang oleh anggota-anggota Hamas di Gaza serta sejumlah pejabat di Tepi Barat, yang menyebutkan bahwa sesuai dengan undang-undang Palestina, Abbas tidak bisa menjadi PM sekaligus presiden.
Hamas dan Fatah menandatangani sebuah perjanjian rekonsiliasi antara kedua pihak pada Mei 2011 namun hingga kini belum melaksanakannya.
Perjanjian itu menetapkan pembentukan pemerintah sementara dari kalangan independen yang akan mempersiapkan pemilihan umum dalam waktu setahun.
Namun, perjanjian itu tidak pernah dilaksanakan dan kedua pihak mempermasalahkan susunan pemerintah sementara dan siapa yang akan memimpinnya.
Kubu Abbas yang berkuasa di Tepi Barat mengusulkan pemilu pada Januari untuk mengatasi masalah itu.
Terakhir kali rakyat Palestina memberikan suara adalah dalam pemilihan umum parlemen pada 2006, dimana Hamas mencapai kemenangan besar.
Pemilu parlemen dan presiden telah dijadwalkan berlangsung pada Januari 2010 namun Pemerintah Palestina tidak melaksanakannya setelah Hamas menolak menyelenggarakan pemungutan suara di Gaza.
Kelompok Hamas menguasai Jalur Gaza pada Juni tahun 2007 setelah mengalahkan pasukan Fatah yang setia pada Presiden Palestina Mahmud Abbas dalam pertempuran mematikan selama beberapa hari.
Sejak itu wilayah pesisir miskin tersebut dibloklade oleh Israel. Palestina pun menjadi dua wilayah kesatuan terpisah -- Jalur Gaza yang dikuasai Hamas dan Tepi Barat yang berada di bawah pemerintahan Abbas. Kini kedua kubu tersebut telah melakukan rekonsiliasi.
Uni Eropa, Israel dan AS memasukkan Hamas ke dalam daftar organisasi teroris.
Jalur Gaza, kawasan pesisir yang padat penduduk, diblokade oleh Israel dan Mesir setelah Hamas berkuasa lima tahun lalu.
Israel menggempur habis-habisan Jalur Gaza dua tahun lalu dengan dalih untuk menghentikan penembakan roket yang hampir setiap hari ke wilayah negara Yahudi tersebut.