REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Bagi seorang Menteri BUMN Dahlan Iskan, undangan untuk cerita tentang kesuksesan sudah sering diterimanya. "Tapi, undangan seperti itu tidak fair, karena kegagalan saya juga banyak," ucapnya ketika berbicara dalam 'Public Figure on Talk' yang digelar BEM ITS di Gedung Robotika ITS Surabaya, (5/5.
Mantan Dirut PT PLN itu menyebut satu contoh kegagalannya yang cukup besar, yakni saat dirinya mendirikan usaha internet 'Meganet' yang mengalami kerugian.
"Saat itu, internet belum disukai orang seperti sekarang, apalagi kemudian ada krisis di Indonesia maka perusahaan itu akhirnya saya lepas. Saya telah memulai dan saya harus mengakhiri daripada rugi besar," tutur pria kelahiran Magetan, Jatim.
Namun, kegagalan itu tidak terlalu menjadi persoalan bagi perusahaan. "Ibaratnya, dosa saya kepada perusahaan itu Rp 100 miliar, tapi saya juga menghasilkan triliunan untuk perusahaan. Ada prinsip mizan (keseimbangan)," paparnya.
Cara seperti itu pula yang kini diterapkan saat dirinya dipercaya menjabat Menteri BUMN. "Garuda itu bangkrut, lalu saya tawarkan, namun nilai sahamnya justru naik. Mungkin yang menawarkan dipercaya ya," ungkapnya, tersenyum.
Kepada 1.600 mahasiswa ITS dan perwakilan mahasiswa dari Unair, UGM, ITB, dan sebagainya yang hadir dalam acara itu, Menteri yang juga jurnalis itu menegaskan bahwa cerita kegagalan itu penting.
"Ibarat belajar naik sepeda yang nggak ada sekolahnya, kita bisa naik sepeda kalau kita sudah berkali-kali jatuh. Yang penting jangan kapok (jera), sekali-kali rugi itu boleh, karena namanya bisnis ya begitu itu. Ada juga kegagalan yang lebih gawat yakni ditipu," paparnya.
Dalam kegiatan yang dibuka Pembantu Rektor I ITS Prof Dr.Ing Herman Sasongko itu, Dahlan Iskan mengatakan dirinya mampu menghadapi kegagalan karena banyak belajar tentang kehidupan dari sosok ayahandanya yang buruh tani, dan tukang kayu yang kerjanya serabutan.
"Ayah saya itu pekerja keras, pagi sudah ke sawah sebagai buruh tani, lalu kalau tidak ke sawah ya bekerja sebagai tukang kayu, bahkan seringkali masih ke sawah pada malam hari. Kami miskin dengan hidup ala kadarnya," timpalnya.
Namun, dirinya juga seperti ayahandanya yang tidak pernah merasa menderita, tidak pernah menderita karena lapar, dan tidak pernah ngomel karena kemiskinan dengan menyalahkan pihak lain. Bahkan, kerja keras juga tidak merasa bekerja keras karena hal itu sudah menjadi kebiasaan.
"Akhirnya, saya punya prinsip bahwa kalau miskin bermartabat dan kalau kaya bermanfaat. Kalau menyalahkan orang, ya tidak bermartabat," kilah Dahlan yang 'DO' (drop out) dari kuliah di Jurusan Tarbiyah karena sibuk menjadi aktivis pers kampus.