Senin 21 May 2012 16:59 WIB

Sudah Lama Diupayakan, Perdamaian Dua Raja Solo

Keraton Surakarta
Keraton Surakarta

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO - Proses penandatanganan perjanjian damai dua "raja kembar", Paku Buwono (PB) Hangabehi XIII dengan Paku Buwono (PB) Tedjowulan XIII, dari Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat sebenarnya sudah diupayakan sejak lama. Namun, pelaksanaan baru dilakukan di Jakarta beberapa hari lalu,

Wali Kota Surakarta, Joko Widodo (Jokowi), di Solo, Senin (21/5), menampik dirinya memanfaatkan proses rekonsiliasi dua "raja kembar" dari Keraton Kasunanan Surakarta itu, untuk kepentingan politiknya. Jokowi yang mencalonkan sebagai gubernur DKI Jakarta tersebut, menyebut proses penandatanganan perjanjian damai dua raja yang dilaksanakan di Jakarta itu, bukanlah suatu kesengajaan.

Begitupula dengan baju kotak-kotak yang dikenakannya, saat proses rekonsiliasi tersebut. Dia mengaku, pertemuan di Jakarta tersebut tidak dijadwalkan sebelumnya, dan diagendakan secara mendadak.

Saat itu, dirinya sedang melakukan aktivitas terkait dengan pencalonannya sebagai gubernur DKI Jakarta, sehingga datang dengan baju kotak-kotak yang menjadi ciri khas kampanyenya di Jakarta. "Itu tidak dijadwalkan Saya mendadak ditelepon jam tiga sore (pukul 15.00 WIB, Red) dan 'nunggu sampai jam sembilan malam (pukul 21.00 WIB, Red)," kata dia pula.

Bahkan dia harus meninggalkan empat rapat terkait persiapan kampanyenya di DKI Jakarta, untuk menjadi saksi proses rekonsiliasi tersebut. Dia menilai, acara tersebut sangat penting dan merupakan perdamaian dua raja yang sudah bertikai sekitar tujuh tahun yang lalu.

Pemerintah yang memediasi perdamaian tersebut, juga melalui proses yang panjang selama kurang lebih delapan bulan terakhir, kata dia. Ia mengemukakan, beberapa kali baik dirinya maupun Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, telah mendatangi kedua raja itu, baik Hangabehi maupun Tedjowulan, untuk melakukan dialog.

Jokowi menyebutkan, kedua raja tersebut sempat beberapa kali bertemu di Loji Gandrung, namun belum juga menemui kata sepakat. Dia menegaskan, kepentingan pemerintah dalam proses perdamaian dua raja tersebut sebagai upaya untuk melestarikan bangunan warisan sejarah (heritage) keraton dan kebudayaan-kebudayaan tradisi di keraton.

Selain itu, dengan tercapai perdamaian dua raja tersebut, akan memudahkan kucuran dana bantuan dalam pelestarian heritage keraton baik dari pemerintah pusat, provinsi maupun kota setempat. "Kota Solo ini 'kan pusat budaya Jawa. Kepentingan kita, ya pelestarian heritage, itu tugas pemerintah," kata dia.

Wali Kota Surakarta itu justru heran, dengan adanya anggota keluarga keraton yang menyatakan tidak setuju dengan perdamaian dua raja tersebut. "Kalau dua raja ini sudah rukun, keluarga besarnya seharusnya syukuran. Masyarakatnya semua seneng kok. Kalau ada yang tidak setuju ini ada apa," kata dia lagi.

Jika ada anggota keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat atas perdamaian tersebut tidak setuju, menurut Jokowi, hal itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab raja untuk menyelesaikan secara internal.

Perdamaian kedua raja tersebut, Tedjowulan dan Hangabehi, berarti mengakhiri dualisme raja penerus Dinasti Mataram Islam. Polemik raja kembar di Keraton Kasunanan Surakarta selama sekitar delapan tahun ini, telah menguras energi banyak pihak lantaran membingungkan pemerintah serta masyarakat.

Karena itu, sejumlah kalangan mencoba menyatukan kembali tampuk kepemimpinan dua raja itu. Proses menyatukan dua raja kembar tersebut, telah dirintis sejak beberapa bulan lalu. Bukan hanya Pemkot Solo yang terlibat dalam upaya mendamaikan tokoh publik yang masih kakak beradik tersebut, tapi juga Pemerintah Provinsi Jawa Tengah serta pemerintah pusat yang memiliki andil besar dalam mendamaikan keluarga trah Mataram Islam ini.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement