REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Jika berbagai pihak meramaikan perdebatan seputar pemberian grasi kepada terpidana narkotika asal Australia, Schapelle Corby oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang intinya menolak, tidak bagi Ketua MPR, Taufik Kiemas.
Suami mantan Presiden Megawati Soekarnoputri ini mengaku tak mau terlalu berpolemik dalam pemberian grasi terhadap terpidana narkoba. Saat didesak wartawan apakah kebijakan yang diputuskan presiden itu merupakan bentuk kontraprodukti perang melawan narkoba Taufik hanya menjawab, "Grasi itu kan hak presiden. Secara UU itu ada."
Ia juga tak terlalu jauh berpikir jika pemberian grasi pada warga negara Australia ini akan mendorong perlakuan sejenis pada warga negara Indonesia di negara Kanguru tersebut. "Saya bukan orang yang mengerti hukum, tapi saya sih tidak terpikir seperti itu," katanya lagi.
Taufik mengatakan, masyarakat boleh saja menunjukkan sikap tidak setujunya. Namun sebagai pimpinan lembaga tinggi negara, suami dari Megawati ini tetap menghargai keputusan yang telah diambil presiden. "Kalau menyayangkan bisa juga begitu tetapi kita juga harus hargai hak orang lain," ujarnya.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) memberikan grasi atau pengurangan masa tahanan kepada terdakwa kasus narkoba asal Australia, Schapelle Leigh Corby. Presiden memberikan Corby grasi lima tahun dari total vonis penjara selama 20 tahun.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mengatakan, Grasi dari Presiden ini mempertimbangkan sistem hukum Indonesia dan warga negara Indonesia (WNI) di Australia yang juga tengah menjalani masa hukuman di sana.
Corby divonis selama 20 tahun oleh Pengadilan Negeri Denpasar, karena terbukti membawa marijuana atau ganja seberat 4,2 kilogram saat berkunjung ke Bali. Dia kini ditahan di Penjara Kerobokan Bali.