Jumat 08 Jun 2012 20:52 WIB

Kisah Sahabat Nabi: Thufail bin Amr Ad-Dausy, Lentera Suku Daus (3)

Rep: Hannan Putra/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: techcang.free.fr
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Di tengah perjalanan pulang, keluarlah suatu cahaya di antara kedua mata Thufail seperti lampu.

Thufail berdoa, “Ya Allah, pindahkanlah cahaya ini ke tempat lain, karena kalau cahaya ini terletak di antara kedua mataku, aku khawatir kalau-kalau kaumku menyangka mataku telah kena sihir lantaran meninggalkan agama berhala.”

Dengan izin Allah cahaya itu dipindahkan ke ujung tongkatnya, bagaikan sebuah kandil tergantung. Setelah berada di tengah-tengah kaumnya, yang pertama-tama mendatanginya adalah bapaknya sendiri. Ia sudah berusia lanjut.

Ketika Thufail menawarkan Islam kepada bapak dan istrinya, mereka mau mengikuti ajaran Islam. Namun, saat ia menyeru kaumnya tak seorang pun dari mereka yang mau mendengar seruan Thufail, kecuali Abu Hurairah. Dia paling cepat memenuhi panggilan Islam.

Thufail datang menemui Rasulullah SAW di Makkah bersama Abu Hurairah. Rasulullah SAW  bertanya, “Bagaimanakah perkembangan dakwahmu, hai Thufail?”

“Hati kaumku masih tertutup dan sangat kafir. Sungguh seluruh kaumku, Kabilah Daus, masih sesat dan durhaka,” jawab Thufail.

Rasulullah SAW pergi mengambil wudhu, kemudian beliau shalat. Sesudah shalat beliau menadahkan kedua tangannya ke langit, lalu berdoa. Pada saat itu, Abu Hurairah merasa khawatir jangan-jangan Rasulullah mendoakan agar kabilah Daus celaka. Tetapi sebaliknya, Rasulullah mendoakan agar Allah memberikan hidayah kepada kaum Daus.

Rasulullah segera menyuruhnya pulang. Dan benar saja, saat Thufail menyeru kaumnya, mereka segera menyambut ajakan Thufail. Sejak itu hingga Rasulullah hijrah, Thufail menetap di negerinya.

Ketika terjadi Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq. Thufail datang menghadap Rasulullah SAW dengan membawa 80 keluarga Muslim Daus, yang keislamannya tidak disangsikan lagi.

Rasulullah menyambut gembira kedatangan mereka. Dan sesuai dengan permohonan Thufail dan kaumnya, Rasulullah menempatkan mereka di sayap kanan pasukan Nabi. Dan kompi Muslimin Daus ini dinamakan “Kompi Mabrur.” Sejak saat itu, Thufail selalu mendampingi Rasulullah.

Setelah pembebasan Kota Makkah, Thufail minta izin kepada Rasulullah, agar dibolehkan pergi ke Dzil Kafain untuk memusnahkan berhala-berhala yang ada di sana. Rasulullah memberi izin kepada Thufail. Dia berangkat ke tempat berhala tersebut dengan satu regu tentara pasukannya.

Sewaktu sampai di sana dan mereka bersiap hendak membakar berhala Dzil Kafain, berkerumunlah kaum laki-laki, perempuan dan anak- anak sekitar mereka, menunggu-nunggu apa yang akan terjadi. Mereka menduga akan terjadi petir dan halilintar, bila regu Thufail menjamah berhala Dzil Kafain itu.

Tetapi Thufail dengan mantap menuju berhala itu disaksikan para pemujanya sendiri. Dia menyulutkan api tepat di jantung Dzil Kafain, sambil bersajak, “Hai Dzil Kafain, kami bukanlah pemujamu. Kelahiran kami lebih dahulu dari keberadaanmu. Inilah aku, menyulutkan api di jantungmu!”

Setelah api melalap habis patung-patung Dzil Kafain, sirna pulalah sisa-sisa kemusyrikan dalam kabilah Daus. Seluruh kabilah Daus masuk Islam, dan menjadi Muslim-Muslim sejati.

sumber : 101 Sahabat Nabi karya Hepi Andi Bastoni
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement