Rabu 04 Jul 2012 16:18 WIB

Din: KPK Jangan Ragu Panggil Menag

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Djibril Muhammad
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.
Foto: Republika/Agung Supri
Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhamammadiyah, Din Syamsuddin, menyeru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali, terkait mencuatnya dugaan korupsi pengadaan kitab suci Alquran di Kementerian Agama (kemenag).

"Saya kira KPK jangan ragu-ragu memanggil menteri agama, untuk meminta penjelasan tentang korupsi ini dan korupsi itu di kementeriannya," kata Din Syamsuddin, seusai membuka Muktamar XII Nasyiatul Aisyiyah (NA) di Gedung Serba Guna Universitas Lampung, di Kota Bandar Lampung, Rabu (4/7).

Din mengaku tidak bisa menerima dengan kejadian di Kemenag yang seharusnya membina dan membimbing kehidupan beragama akhlakul karimah, tetapi justru terjadi korupsi. Bahkan, ungkapnya, menurut penelitian lembaga-lembaga survei, menjadi juara satu sebagai kementerian yang paling korup di Indonesia.

Korupsi pengadaan kitab suci yang sekarang mencuat, diakui dirinya tidak punya kosa kata lagi untuk mengungkapkan kedholiman yang memalukan itu. "Maka saya dan Muhammadiyah mendesak agar dilakukan penyelidikan dan pemeriksaan yang tuntas, tidak hanya terhadap pelaku-pelaku yang ada di permukaan itu, tapi juga secara keseluruhan," tegasnya.

Ia berharap sudah saatnya bagi KPK dan kepolisian untuk mengusut apa yang selama ini diberitakan media massa tentang terjadinya korupsi pengadaan kitab suci dan dana haji dari calon dan jamaah haji Indonesia.

Menurut dia, sekarang ini dana yang terkumpul dari calon jemaah haji yang menunggu lima atau 10 tahun bahkan lebih, itu mencapai hampir Rp 40 triliun. Dana jamaah tersebut, jelas dia, disimpan bukan di bank syariah tapi bank lain yang keuntungannya tidak kembali ke jamaah haji sendiri.

Bahkan, ia mendengar dana yang seharusnya dan sebaiknya disimpan di bank-bank syariah apalagi dana tersebut dari jamaah untuk beribadah, tetapi ternyata dalam jumlah tertentu langsung dialihkan ke bank-bank lain. "Dividen semacam bunga dari jamaah haji tersebut seyogyanya milik jamaah, tapi tidak jelas," ujarnya.

Seharusnya, ujar dia, dana jamaah haji tersebut dividennya dapat dikembalikan atau ditambahkan kepada dalam simpanan dana jamaah yang sudah disetor sebelumnya, tapi semuanya tidak transparan dan tidak jelas. "Maka ini, dijadikan sebagai bahwa Allah membuka jalan dengan adanya korupsi pengadaan Alquran, maka ini harus dijadikan pintu masuk untuk mengusut korupsi-korupsi di kemenag," terangnya.

Ia menegaskan siapa saja yang terindikasi terlibat dalam kasus korupsi kitab suci dan haji ini, jangan hanya pegawai bawahan, tapi bila perlu pegawai-pegawai atasan. "Bila perlu menteri agama sendiri yang sudah banyak digemborkan media massa ada indikasi tertentu. Tapi, kita serahkan kepada KPK," ujarnya.

Mengenai peran Muhammadiyah, Din mengungkapkan organisasi Muhammadiyah tidak punya pintu masuk untuk mengawasi secara internal di Kemenag, karena banyak orang-orang Muhammadiyah yang disingkirkan. "Tapi, ini bukan karena tidak ada orang Muhammadiyah, terlepas dari pada itu, soal ada atau tidak indikasi tersebut ini kewenangan negara," jelasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement